Minggu, 01 Oktober 2023

Pasteurisasi Susu Ala Hadi Apriliawan

 

Hadi Apriliawan (dok.jpnn)

Tahukah kamu, kesulitan para peternak sapi dan kambing tradisional dalam menjual hasil susu perah? Susunya mudah menjadi basi. Jadi, kalau tidak segera terjual, maka mereka akan merugi, susu basi akhirnya terbuang. Inilah salah satu faktor banyak peternak hidup dalam kondisi perekonomian lemah.

Namun ada seseorang yang memperhatikan kesulitan tersebut. Dia adalah Hadi Apriliawan yang kemudian tergerak untuk melakukan sesuatu.  Dia menciptakan inovasi baru yang dapat mengatasi masalah tersebut . Hadi Apriliawan lalu membuat Sulis, singkatan dari susu listrik, sebuah mesin pasteurisasi listrik yang diklaim sebagai yang pertama di Indonesia.

Apakah yang dimaksud dengan susu listrik? Bukan susu yang mengandung listrik lho. Maksudnya, Sulis yang adalah alat untuk mengolah susu dengan menggunakan listrik. Ternyata alat ini sangat efektif. Alat ini membuat takjub para peternak, apalagi Hadi Apriliawan adalah seorang pemuda yang baru berusia 24. Tetapi ia telah memahami bagaimana kiprah dalam dunia agribisnis.

Sudah ada beberapa contoh mesin pasteurisasi Sulis yang dibuat Hadi di sebuah rumah di Perumahan Pondok Alam Sigura-gura B2-20. Ada yang setengah jadi, ada pula yang sudah jadi. Mesin pasteurisasi Sulis yang pertama berukuran sepuluh liter dan berbentuk kubus dengan panjang sisi masing-masing sekitar 50 sentimeter.

Mesin tersebut berongga dan berbentuk silinder di dalamnya. Pada penutup lubang, ada semacam pipa-pipa besi yang disambungkan ke aliran listrik. Pada sisi yang lain, ada keran untuk mengalirkan hasil output, yaitu susu yang sudah mengalami pasteurisasi.

Cara  kerja mesin mesin itu cukup sederhana. Pertama,  susu segar dimasukkan dalam tabung. Susu segar tersebut lebih dahulu dipanaskan pada suhu 50 derajat Celcius. Proses selanjutnya berupa kejut listrik yang diberikan pada susu. 

"Prosesnya, dinding sel (susu) dimasuki ion-ion hingga muncul gelembung besar besar yang akhirnya lisis (pecah)," jelas Hadi.

Dengan proses tersebut, bakteri-bakteri jahat yang terkandung dalam susu, mulai salmonella hingga escherichia coli akan mati.  Sulis. Bakteri yang selama ini sulit dibunuh dengan cara biasa bisa hilang dengan mesin Sulis. 

Lebih lanjut Hadi menuturkan,"Dengan sistem pemanasan, bakteri akan mati. Tapi, jika susu terlalu lama dipanasi, kandungan gizinya bisa berkurang."

Karena bakteri sudah mati, susu yang dipanasi dengan Sulis bisa tahan hingga enam bulan jika disimpan dalam freezer. Mesin pasteurisasi Sulis berukuran 10 liter tersebut dihargai Rp 12 juta.

Mesin Sulis ciptaan Hadi, ada beberapa macam ukuran. Dia juga mempunyai mesin berkapasitas 250 liter. Ukurannya jauh lebih besar. Mesin tersebut terdiri atas empat tabung dengan diameter 50 sentimeter dan tinggi lebih dari semeter. Cara kerjanya hampir sama dengan yang 10 liter. Mesin ini paling lengkap, ada pemanas dan pendingin  sekaligus.

Pemuda yang lahir di bulan April 1989 itu mengaku bahwa ide untuk membuat mesin tersebut sebenarnya sudah muncul ketika dirinya masih duduk di bangku SMA. Hal itu disebabkan 90 persen keluarga besar, termasuk orang tuanya, adalah peternak. Dia tahu, selama ini  susu dibeli dengan harga yang sangat murah dari peternak.

Anak kedua Tumirin dan Sudarmi tersebut memiliki tekad agar kondisi peternak bisa  membaik. Dengan Sulis, peternak bisa mengolah sendiri produksi susu. Yakni, menjadi produk susu yang siap dikonsumsi dan bernilai ekonomis tinggi.

Fakta di lapangan menunjukkan, teknologi pengolahan susu peternak  masih sangat rendah. Pagi diperah, sorenya susu langsung basi. Hadi pun terus mencari referensi dan melakukan penelitian sejak 2007. Saat itu, dia masih berkuliah di teknologi pertanian Universitas Brawijaya (UB). Kemudian  Hadi menemukan satu referensi menarik, yakni pulse electric field (PEF) atau metode kejut listrik yang digunakan untuk membunuh bakteri pada daging.

Metode itu sebenarnya sudah sering diterapkan di Jepang. Dia pun penasaran, apakah metode kejut listrik tersebut bisa diterapkan pada benda cair seperti susu. Hadi langsung melakukan penelitian. 

Hasilnya, salah satu perbedaan antara kejut listrik benda padat dan benda cair terletak pada voltase. Voltase untuk benda cair lebih rendah. Besaran voltase itu, yang menjadi rahasia perusahaan Hadi. Yang jelas, dia butuh waktu 2-3 tahun untuk melakukan riset mesin Sulis. Dana ratusan juta pun dikeluarkan demi riset tersebut. Dana yang didapat itu berasal dari hadiah sejumlah lomba penelitian yang pernah diikuti.

Setelah melalui berbagai pengembangan, Hadi mulai menjual mesin Sulis sejak 2009 di bawah bendera  PT MaxZer  yang didirikan dia. Ia memproduksi mesin tersebut dan kini sudah dipasarkan ke sejumlah daerah bahkan luar negeri. 

Saat ini, Hadi mempunyai pabrik bertingkat empat di Kelurahan Purwantoro, Kecamatan Blimbing, Kota Malang. Di sinilah setiap harinya ia memproduksi mesin parteurisasi susu dengan menggunakan sistem kejut listrik atau sulis.

Inovasi pria lulusan S-2 Bioteknologi Universitas Brawijaya dan National Pingtung University Taiwan itu, juga mendapat penghargaan SATU Indonesia Award Astra Bidang Teknologi tahun 2016. Bahkan, ia juga masuk dalam ASEAN Entrepreneur Award (AEA) Japan 2016.

Hadi Apriliawan (dok.kompas/Defri Werdiono)







Tidak ada komentar:

Posting Komentar