Senin, 30 Desember 2019

Nuansa Jepang di Floating Market Lembang


Bandung memang penuh dengan destinasi wisata, sangat memanjakan orang-orang yang butuh piknik. Semua ada di sana, baik wisata kuliner ataupun wisata alam. Khususnya di Lembang, tersedia begitu banyak pilihan bagi kita untuk berwisata.

Sekarang ini, sebuah tempat  wisata menawarkan paket lengkap dalam satu kawasan. Selain menjual keindahan alam, juga menyediakan tempat makan sehingga kita tidak harus berbekal banyak makanan. Aneka jajanan dari cemilan hingga makanan berat ada di sana.



Nah, beberapa waktu yang lalu, saya bersama keluarga mengunjungi tempat wisata yang tengah populer yaitu Floating Market Lembang. Waktu itu saat wiken, tiket masuk seharga Rp. 25.000 per orang. Tiket itu termasuk welcome drink berupa kopi atau minuman coklat.

Setelah pintu masuk, ada lambang Floating Market di tepian danau. Saya belok ke kiri untuk mulai mengeksplor kawasan wisata ini. Bunga-bunga tampak indah dengan penataan yang menarik. Kami menyusuri jalan di antara pepohonan tinggi dan rindang.



Nah, di tengah kawasan wisata ini ada area bernuansa Jepang. Memasuki jalan ke kanan yang ada tulisan atau huruf Jepang. Di sini selain taman, ada rumah replika Jepang. Di dalamnya kita bisa menyewa baju khas Jepang dan Korea. Area ini ada di atas danau, kita harus melewati jalan yang terbuat dari bambu yang berada di atas air danau.

Banyak wahana untuk anak-anak disediakan seperti kota mini, replika kereta api, taman kelinci, peternakan kambing etawa dll. Tetap untuk setiap wahana, kita harus membayar lagi sekitar 20 s/d 25 ribu per orang. Kalau setiap wahana dimasuki, pastikan anda membawa uang cukup banyak.



Jika lapar, ada area khusus untuk wisata kuliner, seperti sebuah pasar memanjang dengan dinaungi koridor. Berbagai macam makanan khas Bandung ada di sini, harganya 20 ribu ke atas.

Di danau banyak dipelihara ikan mas dan koi yang berwarna merah putih. Kita boleh memberi makan. Harga makanan ikan bisa dibeli di tempat, satu kantong sekitar Rp. 10.000. Anak-anak kecil biasanya senang memberi makan ikan-ikan ini.



Bagi yang ingin menyusuri danau juga tersedia perahu kano dan boat. Karena yang untuk berdua, harga sewanya Rp.50.000, sedang yang untuk berempat sewanya Rp.70.000. Ada juga kereta air, dengan tarif Rp.20.000 per orang.

Kalau saya sudah cukup puas berkeliling saja menikmati keindahannya. Tidak usah masuk wahana agar tidak boros, mending buat beli kopi dan cemilan. Lagipula, kawasan wisata ini cukup luas sehingga kita butuh waktu lama untuk menjelajahinya.

Jumat, 20 Desember 2019

Pemprov Aceh Tingkatkan Pariwisata Melalui Aceh Meusapat




Provinsi Aceh merupakan provinsi paling Barat di negeri Nusantara ini. Berbatasan dengan Malaysia dan juga dekat Singapura tetapi Aceh tertinggal dalam bidang pariwisata dibandingkan dengan beberapa daerah di pulau Jawa.

Padahal, Aceh memiliki banyak potensi wisata, baik dari kekayaan alam maupun budaya. Apalagi dengan wilayah yang luas.
Menyadari akan hal itu, Pemprov Aceh  bertekad akan lebih fokus membangun Sektor Pariwisata mulai tahun 2020. Untuk itu, Aceh tidak segan belajar dari daerah lain.

15 program unggulan yang saat ini tengah dikembangkan Pemerintah Aceh, salah satunya adalah pembangunan sektor pariwisata yang dipadukan dengan pengembangan usaha kreatif masyarakat. Peluang usaha ini sangat menjanjikan, sebab ada banyak sekali daya tarik wisata yang dimiliki Aceh, baik itu wisata alam, wisata budaya, wisata buatan, cagar budaya, dan sebagainya.



Pada hari Sabtu, 21 Desember 2019, Pemrov Aceh menyelenggarakan forum silaturahmi Aceh Meusapat yang diisi dengan diskusi bertajuk Pengembangan Pariwisata Aceh. Dalam diskusi ini, diharapkan masukan dari masyarakat, instansi terkait serta perwakilan dari daerah yang telah berhasil mengembangkan pariwisata seperti Jogjakarta dan Banyuwangi.

"Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh mengidentifikasi, setidaknya ada 797 objek wisata serta 774 situs dan cagar budaya yang tersebar di 23 Kabupaten/kota di seluruh Aceh," ujar Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Aceh, Ir. Nova Iriansyah, MT saat membuka kegiatan Forum Silaturahmi Aceh Meusapat II, di aula kantor Badan Penghubung Pemerintah Aceh, Jakarta Pusat, Sabtu, 21 Desember 2019.



Nova menjelaskan, selain pariwisata, Aceh juga memiliki beragam seni budaya yang unik, seperti tarian, adat istiadat, sastra, seni lukis, maupun kegiatan spiritual yang begitu menarik bagi masyarakat dunia. Semua keindahan itu, ujarnya sangat mudah untuk dinikmati, karena aksesibilitas menuju tempat-tempat wisata di Aceh sangat mudah.



"Semua lokasi tujuan wisata itu dapat dikunjungi melalui jalur darat, laut, dan udara. Tersedia pula penerbangan internasional ke Aceh, seperti dari Penang, Kuala lumpur, dan juga Jeddah. Sekarang sedang dibahas rencana pembukaan jalur penerbangan baru dari Aceh ke India (Port Blair), serta rute Sabang–Phuket– Langkawi," jelas dia dihadapan ratusan undangan.



Dengan semua kemudahan itu, maka tidak heran jika jumlah wisatawan yang berkunjung ke Aceh terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2018, misalnya,kunjungan wisatawan ke Aceh mencapai 2,5 juta orang atau naik sekitar 20 persen dari tahun sebelumnya. Untuk tahun 2019 ini, kunjungan itu diperkirakan mencapai 3 juta orang.


"Terpilihnya Aceh sebagai “World’s Best Halal Cultural Destination” kian mendorong kami untuk lebih bersemangat membenahi berbagai fasilitas wisata itu. Dengan demikian, wisata Aceh mampu meraih Peringkat terbaik pada Global Muslim Travel Index (GMTI) 2020," kata dia.

Berdasarkan data Aceh Dalam Angka, sektor pariwisata rata-rata setiap tahun telah mampu memberikan kontribusi berkisar 5 % kepada PDRB Aceh. Dibanding sektor usaha lainnya, memang kontribusi pariwisata ini masih berada pada urutan ke 8 (delapan). Dengan meningkatnya perkembangan tersebut, Pemerintah Aceh yakin bahwa kontribusi sektor pariwisata bisa naik hingga ke posisi 4 (empat) besar.

Karena itu, pihaknya begitu optimis bahwa sektor pariwisara bisa menjadi salah satu penyangga perekonomian Aceh di masa depan.

"Oleh sebab itu, upaya untuk pengembangan sektor pariwisata ini harus segera ditingkatkan. Selain terus melakukan promosi dan perbaikan di berbagai bidang, tentu saja kami juga siap belajar dari pengalaman berbagai daerah yang sudah berhasil dalam mengembangkan usaha pariwisata ini," jelas dia.


 Pemerintah Aceh ingin juga belajar dari suksesnya pariwisata Bali, dan Lombok. Selain itu, Nova juga ingin belajar dari kisah sukses Kabupaten Banyuwangi yang telah mendapat penghargaan dari Badan Pariwisata PBB sebagai destinasi wisata yang mengalami perkembangan sangat pesat.

"Masukan dari para akademisi, pengelola usaha pariwisata dan para traveller juga sangat kami harapkan. Dengan demikian, upaya kita untuk mempopulerkan branding ‘The Light of Aceh’ atau ‘Cahaya Aceh’ dapat menuai hasil yang memuaskan," jelas dia.



Ada empat narasumber yang hadir dalam diskusi pengembangan pariwisata ini, masing-masing adalah orang yang kompeten di bidangnya. Antara lain Yuana R.Astuti dari Bekraf, Dicky Ardiansyah dari Traveloka, Doto Yogantoro dari Desa Wisata dan Bramuda dari Banyuwangi.



Yuana menuturkan bagaimana industri kreatif seperti UKM dapat mendukung pariwisata. Karena itu Bekraf membina UKM agar mampu berinovasi menghasilkan sesuatu yang bernilai ekonomi tinggi sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat setempat. Yuana menekankan pentingnya pihak-pihak terkait untuk saling bersinergi.



Sedangkan Dicky mengungkapkan bahwa Traveloka siap bersinergi dengan Pemprov Aceh agar wisatawan mau datang ke Aceh. Traveloka merupakan salah satu industri kreatif start up yang telah berhasil ekspansi ke tujuh negara.

Doto Yogantoro memaparkan keberhasilan pengelolaan desa wisata Pentingsari, Kendal. Desa wisata menjual adat dan budaya sehari-hari, tidak ada yang dibuat-buat, hanya memperlihatkan kehidupan mereka seperti biasa.



Turis-turis asing justru tertarik untuk tinggal di rumah penduduk, menggunakan kamar mandi sederhana dan juga membajak sawah. Mereka justru senang membayar mahal demi merasakan suasana kehidupan desa yang masih alami.

Namun desa wisata Pentingsari tidak mengeksploitasi diri. Kunjungan wisatawan dibatasi hanya 25.000 orang pertahun. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga keaslian dan keasrian desa tersebut. Karena itu, jika ingin berkunjung ke desa ini harus inden enam bulan.

Sementara Bramuda, Kadispar Banyuwangi menjelaskan bagaimana kabupaten tersebut bangkit dengan pariwisata. Dia menceritakan bahwa pada tahun 2010, Banyuwangi masih dikenal sebagai daerah santet. Stigma ini harus dihilangkan dengan menampilkan potensi Banyuwangi.

Sebenarnya, Banyuwangi memiliki tambang emas terbesar kedua setelah Freeport. Tetapi lebih memilih bidang pariwisata untuk dikembangkan, dengan pertimbangan agar lingkungan tetap terjaga. Selain itu, emas suatu saat akan habis sedangkan pariwisata akan terus berlanjut.



Saat ini 'jualan' Banyuwangi adalah kawah Ijen yang terkenal dengan Blue Fire- nya, pantai yang indah dan berbagai macam festival. Ada festival budaya, festival bertema agama dan juga musik. Semua itu dipublikasikan secara besar-besaran sehingga banyak orang berbondong-bondong datang ke Banyuwangi.

Kunci sukses Banyuwangi adalah masyarakat sebagai penggerak pariwisata. Di sisi pemerintah daerah, tidak hanya dinas pariwisata yang bertanggung jawab terhadap sukses program pariwisata, tetapi dinas yang lain juga mempunyai pengetahuan, wawasan dan pemahaman yang sama mengenai pariwisata Banyuwangi.

Setelah acara diskusi selesai, Bapak Nova Iriansyah mengunjungi Travel Mart di lobby yang menjajakan pariwisata Aceh.




Pesta Kebun, Lebih Menarik Daripada di Gedung


Apakah anda pernah menghadiri pesta kebun? Pesta itu diselenggarakan di tengah kebun, bukan di dalam gedung ber-AC. Suasananya jelas sangat berbeda. Bagi saya, pesta kebun lebih menarik daripada pesta di gedung.

Saya beberapa kali berkesempatan datang ke pesta kebun. Pesta itu untuk merayakan pernikahan dan juga ulang tahun. Tentu saja tetap dilengkapi dengan kursi-kursi untuk para tamu yang lelah berdiri atau hendak makan.

Bagaimana konsep pesta kebun? Sama halnya dengan pesta di gedung, membutuhkan perencanaan yang matang dan seksama. Jauh-jauh hari sebelumnya, kita merencanakan dekorasi eksterior, bentuk tenda atau pola pesta.



Rencana juga harus disesuaikan dengan selera pemilik kebun, apakah dia berjiwa seni tinggi atau hanya sebatas seremonial. Soalnya banyak juga yang menyerahkan konsep kepada EO atau orang yang biasa mengorganisir pesta kebun.

Beberapa waktu lalu, salah seorang sahabat saya yang penulis, penyair dan merangkap menjadi dosen, membuat pesta kebun untuk merayakan ulang tahunnya. Tidak susah, karena rumahnya yang di daerah Bojong Gede, memiliki halaman lebih dari tiga hektar. Banyak pepohonan besar seperti rambutan, nangka dan duren.

Maka dekorasi diciptakan antara pohon yang satu dengan yang lain. Salah satunya adalah sebuah jaring besar yang diikat di antara dua pohon. Di antara lubang-lubang jaring diikat buku-buku sastra dan pengetahuan. Inilah ciri khas pesta penulis. Oh ya, buku-buku ini dibungkus plastik agar tidak basah jika tetiba hujan turun.

Selain jaring, ada juga disebar di beberapa tempat di bawah pohon, kursi-kursi dan meja kecil yang bisa digunakan untuk ngopi, ngobrol atau berbincang-bincang. Tenda besar juga ada di depan rumah, sebagai upaya berjaga-jaga kalau hujan turun.

Guci-guci berwarna warni juga bisa menjadi penghias di antara bunga-bunga. Kebetulan teman saya ini menggunakan guci pula untuk pot tanaman. Tinggal dipindahkan dan diletakkan di tempat yang strategis serta menarik.




Untuk penerima tamu, tersedia sebuah gubuk yang didirikan dekat pintu gerbang. Atapnya dari tumpukan, jerami menyerupai gubuk di pinggir pedesaan. Penerima tamu boleh berpakaian ala kampung dengan topi caping dan kain selutut.

Bagaimana dengan makanan? Sebagai cemilan adalah makanan ndeso, yaitu rebusan jagung, ubi, singkong, dan kacang tanah. Minumnya kopi hitam kental atau teh manis hangat. Sedangkan makan besarnya, ada ikan bakar/goreng dengan lalapan dan sambal. Lauk lain misalnya tahu tempe goreng.

Tersedia buku-buku untuk dibaca tamu di atas meja. Tapi ada juga beberapa koleksi lukisan yang sengaja dikeluarkan agar bisa dinikmati para tamu.

Nah, kalau sudah bosan dengan pesta di gedung, coba saja membuat pesta kebun yang menarik. Dijamin teman-teman akan betah berada di dalam pesta.




Kamis, 19 Desember 2019

BPJS Satu, Layanan Maksimal Untuk Masyarakat


BPJS tidak berhenti berinovasi dalam usahanya meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Selain program Jemput Bola, BPJS juga meluncurkan BPJS Satu yang artinya BPJS Siap Membantu. Nah, apa dan bagaimana program ini dijalankan?

Kembali kepada ibu Dwi Asmariyati, Asisten Deputi Bidang Pengelolaan Pelayanan Peserta BPJS, menguraikan cara kerjanya. Ini merupakan kesinambungan dari layanan pemegang kartu JKN-KIS yang mengalami kenaikan iuran.


BPJS Satu merupakan optimalisasi peran petugas penanganan pengaduan peserta ke RS melaui Re-branding pengelolaan pemberian informasi dan penanganan pengaduan yang terintegrasi dengan pengelolaan informasi dan pengaduan RS.

Adapun yang menjadi landasan adalah:
1. Perpres No.82 tahun 2018 tentang jaminan kesehatan.
2. PMK No.99 Tahun 2015 tentang pelayanan kesehatan pada program JKN
3. Per BPJS kesehatan No.2 Tahun 2018 tentang UPMP4.



Berdasarkan survei kepuasan peserta terhadap layanan FKRTL Tahun 2018.

BPJS meningkatkan layanan di bidang informasi dan petugas di rumah sakit.

Apa tugas staf PPP di rumah sakit?
1. Memberikan layanan informasi dan pengaduan peserta di rumah sakit baik secara langsung maupun melalui petugas RS.
2. Melakukan customer visit kepada peserta JKN-KIS dan meminta feedback kepuasan peserta melalui format berbasis digital (dilakukan dengan metode sampling) . Melakukan customer visit kepada peserta yang menyampaikan aduan.
3. Melakukan sosialisasi kepada petugas RS terkait kebijakan dan regulasi kepesertaan peserta JKN-KIS.
4. Melakukan koordinasi dengan petugas RS maupun kantor cabang dalam penanganan pengaduan peserta.
5. Memonitor eskalasi permintaan informasi atau pengaduan dari dan untuk kantor cabang melalui aplikasi SIPP.

Inilah layanan BPJS Satu:
1. Pemberian informasi
2. Penanganan pengaduan
3. Pendaftaran bayi baru lahir peserta  PBPU dan PPU
4. Denda pelayanan
5. Pengecekan status kepesertaan




Selasa, 17 Desember 2019

Kehabisan Nafas di Gua Gudawang


Menyusuri gua adalah hal yang paling jarang saya lakukan. Menurut saya, butuh persiapan dan perlengkapan khusus seperti senter di kepala yang mirip pekerja tambang, juga kantong oksigen dan perlengkapan lainnya.

Tapi saya tidak menolak ketika ada tantangan untuk menyusuri gua bawah tanah di daerah Cigudeg, Bogor. Lokasinya di antara Leuwiliang dan Parung Panjang, sekitar dua setengah jam dari Jakarta melalui tol Tangerang atau Jagorawi.

Maka berangkatlah saya dalam kelompok kecil berjumlah delapan orang. Sampai di sana tepat tengah hari, jadi sholat dahulu di mushola sebelum turun ke gua. Area sekitar gua rimbun dengan pepohonan, dan bebatuan karang menginginkan saya pada gua Sunyaragi Cirebon.



Gua Gudawang ini merupakan kompleks gua berjumlah 12. Tetapi baru tiga yang dibuka untuk umum.  Tiga gua inilah yang akan kami eksplor. Pertama adalah gua si Menteng, kedua adalah gua Simasigit dan ketiga adalah gua Sipohang.


Saya tidak lupa membaca doa dan ayat Kursi di dalam hati, sebelum masuk ke dalam gua. Soalnya gua adalah salah satu tempat tinggal makhluk ghaib alias jin. Saya tidak ingin diganggu mereka.

Pemandu kami bernama Mas Edo yang sudah puluhan tahun tinggal di sini. Dengan sabar ia menjelaskan tentang gua si Menteng sambil memandu jalan kami ke bawah. Tidak mudah untuk turun ke bawah karena anak tangga yang licin dan terjal.

Jalan ke bawah juga berbelok-belok, tidak setiap tangga terdapat pegangan. Kami harus merambat di dinding dan melangkah turun dengan hati-hati. Di dinding gua kami temukan beberapa lubang mirip jendela yang rupanya menjadi tempat orang bertapa.



Batas lampu hanya sampai di 100 ke bawah, setelah itu harus mengandalkan senter. Kami tidak sanggup turun ke bawah bukan karena tidak kuat, tetapi nafas menjadi sesak kekurangan oksigen. Gua ini tidak ada tembusannya alias buntu di bawah, jadi tidak ada pergantian udara. Salut kepada para pertapa yang sanggup berdiam di situ.

Kembali ke atas dengan keringat bercucuran dan nafas terengah-engah. Kami langsung menghirup udara segar sebanyak-banyaknya, menggantikan kekurangan oksigen di dalam gua. Kami istirahat sejenak untuk mengatur nafas.

Gua kedua yang bernama Simasigit cukup pendek, panjangnya hanya 40 meter ke dalam. 10 meter cukup luas, selebihnya menyempit. Tapi di sini tidak pengap karena ada lubang di langit-langit gua semacam ventilasi.



Bedanya lagi, gua ini menjadi tempat tinggal kelelawar. Beberapa kelelawar terbang melintas di atas kami. Banyak kotoran di lantai gua, yang terpaksa diinjak. Bagusnya di sini ada stalaktit dan stalakmit yang sudah menyatu, bentuknya indah.

Keluar dari Simasigit kami menuju ke gua Sipohang. Berjalan menurun di antara pepohonan sejauh 300 meter. Eh ternyata mulut gua harus turun anak tangga yang terjal lagi sekitar 20 meter. Kepalang tanggung, saya tetap turun untuk melihat isi gua.



Gua Sipohang ini paling panjang, kedalaman mencapai 700 meter dengan melalui sungai kecil yang sering banjir saat musim hujan. Langit-langit gua tidak rata, kadang menjorok ke bawah sehingga kita harus merunduk. Gua ini ada tembusannya sehingga aliran oksigen membuat kita tidak kehabisan nafas

Namun kami memutuskan untuk tidak menyusuri gua ini. Lebih aman jika menggunakan sepatu boot daripada sket mengingat lantai gua adalah sungai kecil. Setelah berfoto di mulut gua, kami kembali ke atas.


Selasa, 10 Desember 2019

Jemput Bola, Upaya BPJS Menjangkau Masyarakat Terpencil


Banyak yang resah ketika mendengar berita tentang penyesuaian iuran BPJS. Bagi orang yang pendapatannya pas-pasan, tentu hal ini sangat terasa. Tapi pikirkan manfaat yang justru diutamakan untuk rakyat kecil. BPJS ini sangat membantu masyarakat miskin yang tidak mampu mengobati penyakit dengan biaya mahal.



Nah, meski begitu bukan berarti bahwa BPJS tidak mengimbangi kenaikan iuran dengan peningkatan pelayanan. Justru hal itu memacu BPJS berbuat lebih baik untuk dapat membantu masyarakat. Salah satunya adalah Layanan Jemput Bola.

Senin, 9/12 yang lalu,  Dwi Asmariyati, Asisten Deputi Bidang Pengelolaan Pelayanan Peserta BPJS memaparkan bagaimana sistem Jemput Bola ini dilakukan. Jemput Bola adalah upaya BPJS menjangkau masyarakat di daerah terpencil atau di tempat-tempat yang jauh dari fasilitas kesehatan.

BPJS Jemput Bola menggunakan armada MCS (Mobile Customer Service). MCS merupakan kanal layanan berupa mobil yang dilengkapi dengan infrastruktur pendukung operasional pelayanan peserta untuk pendaftaran, perubahan data, cetak kartu dan pemberian informasi dan penanganan pengaduan.

Jadi, keberadaan mobil BPJS keliling ini memudahkan masyarakat sehingga tidak perlu datang jauh-jauh ke kantor BPJS, terutama di daerah yang sulit dijangkau. Selama ini, peserta di daerah membutuhkan waktu yang lama untuk dapat mengurus BPJS. Belum lagi harus mengantri berjam-jam karena banyaknya peserta yang membutuhkan.

Kemana saja MCS menuju? Antara lain ke pedesaan, misalnya kantor kecamatan, kelurahan, desa, dusun dan puskesmas. Selain itu juga ke alun-alun, pusat kota, pasar tradisional, corporate gathering atau juga di acara car free day.

Namun memang yang paling dibutuhkan adalah untuk wilayah terpencil di seluruh Indonesia. Saya tahu betul bagaimana sulitnya mengurus BPJS di provinsi Kepulauan Riau, dimana pelayanan hanya ada di pulau besar seperti Bintan, Batam atau Natuna. Mereka harus menyeberang pulau dengan biaya tinggi untuk datang ke kota yang menyediakan layanan BPJS.

Begitu pula dengan wilayah pedalaman. Di provinsi Lampung saja saya mendapati betapa jauhnya puskesmas dari sebuah desa di balik hutan. Mereka harus melewati ratusan km untuk menjangkau fasilitas layanan kesehatan.

Dengan adanya BPJS Jemput Bola ini, saya harap masyarakat kecil tidak lagi kesulitan. Memang MCS tidak berada di satu tempat setiap hari. Menurut ibu Dwi, masyarakat mendapat pemberitahuan dari petugas, dimana akan berada pada hari yang telah ditentukan, sehingga mereka tidak kebingungan.

Sampai Dimana Batas Kiprah Perempuan?


Sebuah pertanyaan yang selalu menarik untuk disimak, sampai dimana batas kiprah seorang perempuan? Jawaban untuk pertanyaan semacam ini sering menimbulkan pro dan kontra. Hal ini disebabkan perbedaan wawasan pada masyarakat, baik yang tradisional maupun modern.

Seperti halnya yang pernah saya alami ketika mula-mula bekerja sebagai wartawan. Para tetangga (terutama emak-emak) membicarakan saya yang selalu pulang larut malam. Pada saat itu perempuan yang pulang malam masih berkonotasi negatif. Tetapi gosip mereka terhenti berkat tetangga laki-laki yang juga wartawan senior. Dia bersaksi bahwa saya berprofesi sebagai wartawan.

Tidak semua anggota masyarakat bisa mengerti akan hal ini. Terutama bagi yang kurang pengetahuan. Apalagi jika mereka masih menganut budaya patriarki, yang membuat perbedaan antara pekerjaan perempuan dan laki-laki. Padahal sejatinya pekerjaan tidak mengenal gender.

Dalam acara diskusi Viva Talk bertajuk Perempuan Berdaya Indonesia Maju, terungkap bahwa masih saja ada bias gender dalam kehidupan masyarakat yang membuat kaum perempuan terbatas dalam memaksimalkan potensi diri. Padahal potensi perempuan untuk kemajuan bangsa, sangat tinggi.

Hadir dalam acara diskusi tersebut antara lain; Bapak Henky Hendranantha (COO Viva Network). Bapak Henky selaku tuan rumah dan penyelenggara, membuka acara diskusi ini. Menurut dia, ini merupakan rangkaian acara menuju peringatan Hari Ibu 22 Desember 2019.



Sedangkan sebagai narasumber adalah Indra Gunawan, Deputi Bidang Partisipasi Masyarakat,mewakili ibu Menteri yang berhalangan hadir. Lalu Eko Bambang Sudiantoro, Chief of Research at PolMark dan Aliansi Laki-laki Baru. Kemudian ada Dr. Sri Danti Anwar, pakar gender dan Diajeng Lestari, founder Hijup.



Eko Bambang Sudiantoro menegaskan bahwa yang membedakan perempuan dan laki-laki adalah kodrat. Dan kodrat bagi perempuan hanya tiga, yaitu menstruasi, hamil dan melahirkan. Sedangkan lainnya sama dengan laki-laki.

Karena itu perempuan boleh bekerja di bidang apa saja kalau memang memiliki kemampuan yang memadai. Sebaliknya, laki-laki juga berhak dan wajib membantu perempuan dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga.

Tidak dapat dipungkiri, masih banyak orang yang memandang bahwa pekerjaan rumah tangga adalah pekerjaan perempuan. Dan mereka memandang sinis perempuan yang berkarir. Kalau ada perempuan yang tinggal di lingkungan seperti ini, ada baiknya pindah jika ingin sukses meraih cita-cita.

Sedangkan menurut Sri Danti Anwar, sebetulnya dunia semakin terbuka terhadap persamaan gender. Sekarang semakin banyak yang menerapkan bahwa laki-laki dan perempuan berbagi tugas yang sama.

Sebagai contoh, jika suami sedang tidak mempunyai pekerjaan karena perampingan karyawan, istrinya bisa mengambil alih sebagai pencari nafkah. Sang suami bertukar mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Tetapi tentu saja, hal ini hanya bisa dilakukan jika suami atau laki-laki dalam keluarga mendukung peralihan fungsi tersebut.

Dewasa ini perempuan mencapai kemajuan yang tinggi, setara dengan laki-laki baik dalam menempuh pendidikan maupun karir. Banyak perempuan yang menjadi pemimpin, pengusaha, ilmuwan dsb. Karena itu harus dimanfaatkan kaum perempuan untuk memajukan bangsa dan negara.



Salah satu perempuan yang sukses adalah Diajeng Lestari, yang membuka usaha di bidang fashion. Dengan Hijup ia berhasil mengeksplorasi bakatnya untuk busana muslim yang sangat digemari. Peluang bisnis semacam ini sangat terbuka bagi perempuan, sebab bisa dikerjakan di rumah dengan memanfaatkan teknologi digital.


Minggu, 01 Desember 2019

Zona Madina, kawasan Terpadu Untuk Kaum Dhuafa


Jumat yang lalu, saya dan teman-teman blogger diundang ke Zona Madina yang terletak di wilayah Parung, Bogor. Kebetulan kawasan ini tidak terlalu jauh dari tempat saya di Depok, tapi saya memang belum pernah ke tempat ini. Parung dalam bayangan saya masih sepi dan rimbun karena sudah beberapa tahun tidak melewati kawasan ini.

Ternyata saya salah, ketika menyusuri jalan raya Parung sudah begitu ramai dengan berbagai kendaraan. Apalagi saat sampai di zona Madina, yang dikelola oleh Dompet Dhuafa. Saya melihat masjid megah, rumah sakit dengan fasilitas lengkap dan sekolah modern untuk kaum Dhuafa.

Acara pertama digelar di halaman dekat kantin, yaitu talk show tentang kanker payudara. Ini sungguh pengetahuan yang sangat berharga, khususnya bagi perempuan karena penyakit ini banyak menyebabkan kematian.

Hadir sebagai narasumber adalah mbak Tania dari Yayasan Gema Peduli Indonesia. Wanita muda yang trenyuh karena tantenya dahulu menjadi korban penyakit kanker ganas ini. Setelah itu ada komunitas Srikandi yang didirikan oleh para penyintas kanker payudara. Mereka bisa bertahan hidup selama puluhan sejak didiagnosis. Selain itu ada dokter-dokter yang expert di bidangnya.

Satu hal yang menarik adalah gerakan SADARI yang diluncurkan oleh komunitas Srikandi, yaitu memeriksa payudara sendiri. Ada beberapa arahan bagaimana kita bisa menemukan apakah ada benjolan yang merupakan gejala dari kanker payudara, sehingga kita bisa memeriksa sendiri.



Usai talk show, kami diajak mengunjungi sekolah untuk kaum Dhuafa yang ada di seberang. Sekolah SMK yang hanya menampung 40 anak setiap tahun dari berbagai daerah di Indonesia. Mereka diseleksi dengan ketat dan direkomendasikan oleh sekolah mereka sebelumnya.

Di sini fasilitas lengkap, murid-murid dilatih untuk kreatif dan mandiri. Jam belajar mereka sampai dengan pukul 15.00. Cara belajar tidak seperti kelas biasa, karena meja mereka ditata melingkar agar terjadi interaksi aktif antara guru dan murid.



Murid-murid ini ditempatkan dalam asrama seperti pesantren dengan fasilitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan mereka. Pihak sekolah juga memberikan uang saku untuk kebutuhan sehari-hari, bahkan juga ongkos pulang ke rumah sekali setahun. Beberapa alumni sekolah ini sudah ada yang berhasil menjadi dokter.



Kemudian kami meninjau Rumah Sakit Terpadu Dompet Dhuafa. Rumah Sakit ini mengingatkan saya dengan RSCM di Jakarta Pusat. Kaum Dhuafa dilayani dengan baik, semua poli lengkap termasuk untuk ibu dan anak-anak. Untuk rawat inap, tersedia 87 tempat tidur.

Rumah Sakit ini dibangun berkat dana wakaf dari para donatur. Karena itu nama-nama donatur diabadikan di dinding Rumah Sakit. Hebatnya, yang menjadi donatur wakaf tidak terbatas usia, ada yang masih pelajar dan mahasiswa, mereka Istiqomah menyumbangkan uang jajan setiap bulan, besarnya variatif, ada yang sebesar Rp. 15.000 sebulan.



Lorong-lorong Rumah Sakit tampak bersih dan terawat. Ruangan-ruangan diberi nama dengan Asmaul Husna, nama-nama indah dari Allah SWT. Kami melihat ruangan-ruangan tersebut dengan seksama. Di ruangan anak terdapat 11 tempat tidur, yang satu untuk isolasi penyakit menular. Ada pojok khusus yang disediakan untuk bermain, dengan mainan seperti luncuran.

Rumah Sakit ini dalam tahap pengembangan di halaman belakang dengan fasilitas lebih modern karena mendapat sumbangan dana dari negara Qatar. Diperkirakan bisa selesai akhir tahun dan mulai digunakan awal 2020 agar semakin banyak anggota masyarakat yang bisa dilayani. Ada sekitar 40 tempat tidur yang bisa menampung pasien rawat inap.



Acara terakhir adalah mengunjungi lokasi UMKM yang terletak di kampung belakang, lokasinya masuk ke dalam. Kami menggunakan odong-odong menuju kampung tersebut melewati gang yang berliku-liku. Di sana ada lahan beberapa hektar yang digunakan untuk membina ekonomi masyarakat setempat.

Usaha ekonomi yang dijalankan adalah pertanian dan perikanan.  Kami melihat kebun singkong dan beberapa tanaman lain. UMKM di sini ternyata lebih fokus pada perikanan, ada budidaya ikan hias dan ikan konsumsi. Mereka memanfaatkan Setu (danau) seluas 14 hektar untuk budidaya ikan. Beberapa kolam untuk budidaya ikan hias, selebihnya adalah budidaya ikan konsumsi seperti patin dan gurame.



Saya berpikir alangkah bagusnya jika kawasan terpadu ini ada di berbagai daerah di Indonesia sehingga bisa membantu rakyat kecil. Mereka bisa hidup secara layak dan sejahtera. Karena itu seharusnya kita menggalakkan dana wakaf untuk kemaslahatan umat, untuk kemajuan bangsa Indonesia.