Minggu, 08 Oktober 2023

Mengenal Ridwan Nojeng, Pahlawan Lingkungan dari Rumbia, Jeneponto, Sulawesi Selatan

 

Ridwan Nojeng (dok.jatimnews.com)

Bikin tempat wisata tanpa modal? Nyaris tak mungkin. Namun tidak begitu bagi seorang pria bernama Ridwan Nojeng. Ia tinggal di Desa Tompo Bulu, Kecamatan Rumbia, Jeneponto, Sulawesi Selatan. Bagaimana ceritanya? Ridwan Nojeng memiliki tekad yang besar untuk membangun kawasan wisata alam di desa tersebut dan diberi nama 'Lembah Hijau Rumbia' pada tahun 2014.

Hanya dalam waktu singkat, kawasan wisata tersebut dinilai sukses hingga berhasil menggandeng biro  Traveloka serta Tiket.com. Sebuah kawasan wisata ini sepenuhnya ramah lingkungan. Bangunan yang ada menggunakan kayu dan bambu yang banyak terdapat di desa itu. 

Ridwan Nojeng memanfaatkan  tanah pemberian orang tuanya seluas dua hektar. Sedangkan kayu dan bambu yang digunakan dalam konstruksi merupakan pemberian keluarga dan penduduk setempat. Ia mengajak puluhan pemuda desa bergabung bersamanya. Jadi , boleh dikatakan kawasan wisata dibangun berkat semangat gotong royong. Kemudian Objek wisata alam Lembah Hijau Rumbia (LHR),  kini ramai dikunjungi pelancong wisatawan lokal maupun luar daerah. 

Nojeng pun menceritakan ide awal mula lahirnya  merintis objek wisata di atas lahan seluas dua hektar.

"Mulanya kami rintis tampa modal sepersen pun, hanya modal tenaga untuk meratakan tanah, bersih-bersih, dibantu puluhan pemuda dan sesekali juga warga untuk memindahkan batu-batu besar," kata Nojeng

Membangun sebuah objek wisata butuh ketekunan dan kesabaran. LHR baru bisa diselesaikan 36 bulan. Kerja keras Nojeng dan teman-teman untuk menyulap hutan yang ditumbuhi semak belukar menjadi kawasan wisata alam yang eksotis seperti sekarang ini.

Ridwan Nojeng (dok.tribunnews.com)

Kerja keras itu dirintis tahun 2010. Lalu mulai dibuka tahun 2014.  Seiring berjalannya waktu, sambil mengelola mereka  terus berbenah. Pemasukan dari penjualan tiket digunakan untuk melengkapi fasilitas pengunjung.

Tiga tahun merintis, bukan waktu yang singkat bagi pemuda seperti Nojeng untuk terus berusaha dengan tekad semangat yang dimiliki. Tentu ada berbagai tantangan dan hambatan. 60 pemuda yang semula ikut mungkin jenuh atau kurang yakin, mereka berhenti. Sedangkan yang bertahan hingga sekarang sekitar dua puluhan pemuda. Mereka gigih bekerja sama dan mengembangknan LHR. 

Tidak jarang dirinya dan puluhan pemuda lainnya harus melewati masa-masa sulit untuk mewujudkan impiannya menjadikan LHR sebagai objek wisata yang fenomenal.

Nojeng sempat dianggap gila karena berusaha  memindahkan batu besar hanya menggunakan linggis. Bahkan membuat kolam renang juga dengan linggis. Tapi dia tidak peduli. Prinsipnya jalan saja terus, dimana ada permulaan  pasti ada akhirnya . Kini ia berhasil membuktikan kepada masyarakat. 

Saat ini, hampir tiap pekan objek wisata yang berjarak sekitar 27 kilometer arah utara kota Bontosunggu (ibu kota Jeneponto) itu tidak pernah sepi dari pengunjung. Pada hari kerja, ada lebih dari  50   pengunjung yang datang. Sedangkan wiken Sabtu-Minggu pengunjung yang datang mencapai 300 pengunjung. Harga tiket masuknya  dipatok murah  hanya Rp 10 ribu per orang.

Padahal fasilitas yang ada di dalam lokasi wisata itu cukup lengkap, sangat direkomendasikan untuk refreshing, melepas kepenatan aktivitas kerja sehari-hari. Ada  enam kamar penginapan, delapan gazebo, lesehan bambu, cafe, mushola, dapur alam, camp area, out bond, kolam renang dan live musik.

Namun pencapaian itu belum memuaskan Nojeng. Dia melanjutkan  dengan menyediakan  fasilitas perpustakaan untuk riset dalam kawasan ini. Sebenarnya memang Nojeng bercita-cita membangun wisata pendidikan.

Kegigihan Ridwan Nojeng membangun wisata alam dan memberdayakan pemuda desa, justru mendapat apresiasi yang tak terduga dari Astra. LHR yang mengusung tema "Surga di Tanah Gersang" ternyata memenangkan Satu Indonesia Award (SIA) yang bertemakan "Semangat Astra Terpadu Untuk Indonesia".

Kita harus akui, Indonesia membutuhkan orang-orang seperti Nojeng untuk membangun perekonomian pedesaan, di sisi lain juga menyelamatkan lingkungan. Dengan objek wisata alam ini, hutan menjadi lestari dan terjaga. Oksigen yang dibutuhkan manusia terjamin, serta terhindar dari bencana banjir. Ini penting untuk masa depan Indonesia. 

Ridwan Nojeng (dok.satuindonesia)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar