Senin, 29 Januari 2018

Menikmati Musik di "Saturdate' WATERBOM Pantai Indah Kapuk


Warga ibukota, sudah tahu belum kalau ada program baru di Waterbom Jakarta, Pantai Indah Kapuk? Jangan ketinggalan zaman. Tahun baru 2018 Waterbom Jakarta menggebrak dengan acara bertajuk "Saturdate" sejak Sabtu 27 Januari yang lalu.

Apa sih "Saturdate" itu? Nah, ini dia." Saturdate" merupakan program yang diselenggarakan pada Sabtu/malam Minggu pada minggu ketiga setiap bulannya. "Saturdate" menyajikan acara live music yang bisa kita nikmati sambil bersantai bersama keluarga atau pasangan.

Kebetulan malam minggu yang lalu, tanggal 27 Januari saya dan teman-teman berkesempatan melihat acara yang digelar pertama kalinya di Waterboom Jakarta. Ketika kami datang menjelang senja, sudah disambut dengan musik rap dan hiphop yang ceria.


Dua orang penyanyi pria beraksi di pinggir kolam renang, berjingkrak-jingkrak diiringi musik dari intrumen di belakangnya. Kita lebih enak menyaksikannya dari seberang kolam.  Pilih saja tempat duduk yang nyaman di sekitar kolam renang, lalu nikmati musik itu.


Itu baru musik pembuka lho. Setelah maghrib, atau tepatnya pada jam tujuh malam, penyajian musik berbeda lagi. Seorang DJ profesional menunjukkan kebolehannya memutar lagu-lagu yang pernah hits. Malam Minggu kemarin, dia memainkan lagu-lagu tahun 90-an yang sangat akrab bagi kami.



Wah, asyiknya mendengar lagu-lagu favorit teman-teman. Kita bisa melepas rasa penat karena setelah melewati hari-hari yang padat dengan kesibukan. Sambil mendengarkan musik, kita bisa makan atau minum kopi. Ada kedai makanan dan minuman lengkap di samping kolam.



Menurut Bayu I. Ratono, Director of Sales and Marketing Waterbom, saat ini Waterbom PIK bukan  hanya sarana rekreasi keluarga, tetapi juga menjadi sarana hiburan berkonsep one stop entertaintment yang menyajikan beragam hiburan denga  format baru di area waterpark, mulai dari festival, live music hingga DJ Performance.

"Untuk spesial tahun baru Imlek, kami akan menghadirkan tamu band Kahitna.  Lalu ada October Fest di bulan Oktober. Sedangkan program reguler menampilkan resident DJ," jelas Margita, Marcomm Manager Waterbom Jakarta.

Waterbom PIK memang merupakan tempat rekreasi yang sangat dikenal, terutama di kawasan Pantai Indah Kapuk.  Waterbom  berasal dari kata WATER dan BOM (PT Bali Ocean Magic), yang mendirikan waterbom  di Bali tahun 1993 sebagai waterbom pertama berstandar internasional.

Waterbom Bali berlokasi di Jalan Sartikan, hanya 100 meter dari pantai Kuta, dan satu km dari bandara Ngurah Rai. Pengembangan usaha dilakukan dengan mendirikan Waterbom Jakarta di Pantai Indah Kapuk ini. Kalau di Bali Waterbom-nya bertema Tropical Cool, sedang di Jakarta bertema Urban Cool.

Waterbom PIK mulai beroperasi sejak 27 Oktober 2007 dengan menitikberatkan  kegiatan luar ruang dan aktivitas air. Konsepnya kembali ke alam, karena itu area ini penuh dengan tanaman hijau yang rindang dan taman yang indah. Arsitektur bangunan merupakan paduan modern dan minimalis.

Saat ini wahana yang ada di Waterbom PIK yang bisa kita nikmati bersama keluarga adalah bomblazter, speed slide, hairpin, sampai twitzer yang sangat digemari anak-anak. Seluncuran Speed Slide berketinggian 21 meter adalah wahana terbaik yang akan memacu adrenalin anda.










Senin, 22 Januari 2018

Antrian E-Passport yang Membuat Lelah Lahir dan Batin


Festival keimigrasian yang diselenggarakan kemarin, Minggu 21 Januari 2018 benar-benar di luar dugaan.  Minat warga yang ingin membuat electronic passportternyata membludak.  Meski telah diumumkan bahwa permintaan e-passport yang akan diakomodir hanya 1600, tetapi warga yang datang berjumlah dua kali lipat.

Saya mengetahui tentang pembuatan e-passport dalam festival imigrasi ini dari media sosial facebook. Dua buah foto beredar yang menjelaskan tata cara pembuatan e-passport dalam festival tersebut. Kebetulan, pikir saya. Passport saya sudah habis masa berlakunya, saya harus memperpanjang lagi karena tahun ini ada rencana kembali ke Turki.

Sebenarnya memang sekarang ada layanan pembuatan passport/e-passport melalui online. Kita daftar melalui aplikasi online, dan akan diberi nomor antrian. Masalahnya, setiap wilayah hanya tersedia jatah 150 orang per hari. Dan entah kenapa, setiap mendaftar selalu dikatakan bahwa kuota habis. Belakangan disinyalir bahwa ada pendaftar fiktif yang diduga dilakukan calo. Kini masalah itu dalam penyelidikan yang berwajib.

Maka festival imigrasi yang berlokasi di Monas ini membuat saya exiting. Duh, kapan lagi membuat e-passport tanpa berbelit-belit. Saya screen-shotpengumuman yang ada di facebook sebagai panduan. Menurut rencana, saya mau berangkat setelah shubuh. Setidaknya ada alasan sekaligus berolahraga di hari Minggu dengan berjalan kaki ke Monas.

Untunglah hujan berhenti tepat pada saat adzan Shubuh, saya pun berangkat.Di stasiun, saya membeli beberapa kue kecil untuk sarapan ala kadarnya. Commuter Line dalam keadaan kosong, saya duduk sambil tidur leyep-leyep. Tepat di stasiun Juanda, saya turun. Kemudian menuju Monas dengan berjalan kaki.

Ternyata saya melakukan kesalahan, semula mengira pintu barat daya dimana festival imigrasi dilangsungkan adalah yang dekat dengan istana. Nggak tahunya itu adalah pintu yang berada di dekat patung kuda. Jadi saya pun kembali berjalan kaki ke arah sana. Betapa kagetnya saya ketika tiba di lokasi, sudah ada antrian orang yang mengular.

Antrian itu sepanjang tenda imigrasi ke arah Monas, balik lagi ke arah patung kuda, lalu mengular lagi ke arah Monas. Saya perkirakan sudah lebih dari 1000 orang yang mengantri. Padahal itu belum juga jam tujuh pagi. Lho, orang-orang ini datang dari mana? apa mereka tidak berolahraga di hari Minggu dan memilih antri e-passport?

antrian sudah mengular mulai jam lima pagi (dok.pri)
antrian sudah mengular mulai jam lima pagi (dok.pri)
 
Saya hampir putus asa melihat antrian itu. Kalau saya ikuti antrian yang paling belakang, entah nomor berapa saya akan dapat. Untunglah ada yang berbaik hati menyelipkan saya di tengah antrian dan kebetulan orang lain juga tidak memperhatikan saya yang baru datang.  Lalu saya berdiri sebagaimana yang lain.

Antrian nyaris tak bergerak, maklum ternyata tenda tempat pembuatan e-passport belum dibuka. Sebagian orang mulai duduk kelelahan di pinggiran, atau juga menggelar koran dalam antrian.  Para petugas sudah bersiap-siap, tetapi  para peminat e-passport masih saja berdatangan seperti air bah. Ketika jarum jam menunjukkan pukul 07.30, antrian sudah dua kali lipat dari waktu saya datang. Mungkin jumlahnya kini lebih dari 2000 orang.

Untuk membunuh rasa lelah, kami saling mengobrol dengan orang-orang yang berada di antrian terdekat. Tak disangka bukan hanya orang yang berada di wilayah DKI atau Jabodetabek. Ada yang berasal dari Majalengka dan kota-kota lain. Mereka bercerita telah datang sejak Sabtu sore dan menginap di masjid Istiqlal.

Pintu Monas telah dibuka sejak jam lima pagi, dan orang-orang yang memang sengaja datang untuk membuat e-passport langsung menyerbu masuk. Jadi antrian ini telah dimulai sejak jam lima tersebut. Pantas saja ketika saya datang sudah ada lebih dari seribu orang dan mengular dua kali lipat.

Antrian mulai bergerak ketika tenda dibuka dan petugas membagikan map kuning dengan logo imigrasi. Meski begitu tetap saja pergerakan itu sangat lambat. kami maju hanya semeter-semeter saja. Alhasil berjam-jam berdiri, kaki terasa menjadi kaku dan kram. Untuk mencapai tenda, dibutuhkan waktu sekitar tiga jam. Bayangkan betapa pegalnya kaki ini berdiri. Untung cuaca cukup bersahabat, tidak panas juga tidak hujan.

Antrian bertambah panjang, masih saja banyak orang yang datang. Ini sih sudah jelas melebihi kuota yang ditetapkan. Saya dengar dari petugas, kalau kuota ditambah menjadi 2000 orang tetapi, orang yang datang melebihi ekspektasi. Ketika antrian saya mulai mendekati tenda, ada sedikit kekisruhan. Petugas membubarkan antrian orang-orang yang sudah tidak kebagian kuota. Mereka marah dan protes, berusaha merangsek ke depan.

Sekitar pukul 10.00 barulah saya kebagian masuk tenda, mendapat map berisi formulir. Saya duduk menginistirahatkan kaki sambil mengisi fromulir. Tidak banyak berkas yang saya masukkan, karena untuk memperpanjang hanya dibutuhkan e-KTP dan passport lama. Saya kebagian jatah di imigrasi Tanjung Priok.

antrian wilayah Tanjung Priok (dok.pri)
antrian wilayah Tanjung Priok (dok.pri)
 
Setelah mengisi berkas, kemudian dipanggil beberapa orang, masuk kembali antrian di dalam tenda. Pemanggilan ini tidak bisa sekaligus banyak, hanya lima orang, karena proses di dalam juga membutuhkan waktu. Untung di dalam tenda disediakan kursi-kursi  untuk orang yang mengantri, sesuai dengan wilayah yang di dapatnya. Saya berada di bagian antrian Tanjung Priok.

Saya mendapat nomor 108. Setelah dipanggil, saya menyerahkan formulir dan berkas persyaratan, yaitu fotokopi e-KTP dan passport lama beserta aslinya. Kemudian petugas mencari data saya di komputer dan dicocokkan. Setelah semuanya klop, barulah saya dipersilakan menuju antrian untuk foto wajah dan sidik jari. Proses yang saya jalani relatif lebih singkat dibandingkan dengan pembuatan passport baru.

Lalu saya pindah ke bagian antrian tersebut. Di sini waktu yang dibutuhkan cukup lama karena untuk memotret dan merekam sidik jari harus dilakukan dengan seksama. Apalagi terhadap orang-orang yang belum pernah memiliki passport, mereka mendapat pertanyaan yang lebih mendetil. Ada yang lebih dari setengah jam per orang.

antrian foto dan sidik jari (dok.pri)
antrian foto dan sidik jari (dok.pri)
 
Saya mulai merasa pusing. di luar tadi saya berdiri lebih dari tiga jam. Sedangkan di dalam tenda ini, waktu sudah menunjukkan pukul 12 lebih dan saya belum dipanggil. Udara di dalam tenda terasa pengap karena jumlah standing AC tdiak sebanding dengan jumlah manusia yang berada di dalamnya.

Saya pun membunuh waktu dengan berbincang-bincang bersama orang-orang yang berada di sebelah menyebelah. Kalau orang tua, yang berjilbab dan berkopiah, tujuannya membuat e-passport adalah karena mau melaksanakan ibadah umroh. Namun kalau anak-anak muda, ada yang melanjutkan studi ke luar negeri dan ada yang hanya jalan-jalan saja.  Saya pikir, kalau berada di sini tak tampak orang Indonesia yang miskin.

Akhirnya saya mendapat giliran. Seperti waktu pemeriksaan berkas, proses ini juga tidak begitu lama saya jalani, karena data saya sudah ada di dalam komputer. Petugas tinggal mencocokkan saja, lalu mengambil foto terbaru dan identifikasi sidik jari. Setelah itu saya mendapat formulir untuk membayar biaya e-passport di antrian sebelah.

Kemudian saya mengantri lagi untuk yang terakhir. Proses pembayaran bisa secara tunai dan juga bisa menggunakan non tunai. BNI memberi fasilitas bagi yang membayar non tunai, dengan kartu bank apapun. Lebih cepat antrian non tunai daripada antrian secara tunai. Saya memilih non tunai meski juga membawa uang cash. E-passport ini baru bisa diambil tanggal 30 Januari.

resi pembayaran e-passport (dokpri)
resi pembayaran e-passport (dokpri)
 
Keluar dari tenda dengan menarik nafas lega. Waktu telah menunjukkan pukul satu siang. Satu hal yang langsung dilakukan adalah mencari toilet. Maklum selama berjam-jam mengantri, harus menahan diri untuk tidak ke toilet karena antrian bisa beralih kepada orang lain. Matahari mulai menunjukkan keperkasaannya, bersinar terik di seluruh kawasan Monas.


–– ADVERTISEMENT ––

Jumat, 12 Januari 2018

Candi Sambisari, Keindahan di Bawah Tanah


Sudah pernah ke Candi Sambisari? destinasi wisata ini memang tidak sepopuler candi-candi lain yang berada di Jogjakarta dan sekitarnya. Memang candi ini belum lama ditemukan, dan letaknya berada di tengah desa dan sawah, tidak tampak dari jalan raya yang Jogja-Solo. Namun sebenarnya lokasi candi Sambisari ini mudah di jangkau dari kota Jogjakarta.

Untuk menuju ke sana, bisa dengan menggunakan bus TransJogja yang berangkat dari Malioboro. Lalu kalau lanjut ke candi Sambisari, tidak ada angkot yang masuk ke dalam. Kita terpaksa menggunakan ojek. Tapi jangan kuatir, ojek online sudah banyak di Yogyakarta. Gunakan saja untuk menuju Candi Sambisari, bisa langsung dari kota Jogja, atau dari halte TransJogja.

Kalau aku sih, gampang saja ke sana karena memang berasal dari Jogjakarta. Kebetulan salah satu saudara sepupu, tinggal di Kalasan, tidak jauh dari kawasan candi ini. Maka aku bisa main-main ke sana dengan meminjam motor atau minta diboncengkan salah satu keponakan. Hanya 10 menit dari rumah ke lokasi candi.

Asyiknya, kalau penduduk setempat tidak perlu membeli tiket masuk. Mereka bebas keluar masuk kawasan candi. Aku terbawa keponakan yang terhitung penduduk sana dan gratis masuk. Padahal tiket masuk ke candi juga cukup murah, hanya Rp 3000,- saja. Justru nanti kita bayar parkir ke tempat parkir yang dikelola penduduk.

Candi Sambisari memiliki keunikan tersendiri karena berada 6,5 meter di bawah permukaan tanah. Jadi kalau kita mau melihat-lihat candi, maka kita harus menuruni puluhan anak tangga. Lumayan lho buat melatih kaki alias olahraga ringan. Namun karena lokasinya yang indah dan tertata apik, maka kita tidak akan merasa lelah.



pintu masuk candi (dok.pri)

Kenapa candi ini di bawah permukaan tanah? candi ini semula tertutup tanah. Menurut penelitian arkeolog, candi ini tertutup karena letusan gunung Merapi pada tahun 1006. Diperkirakan candi yang beraliran Hindu Syiwa ini dibangun pada abad 9 oleh Rakai Garung, Raja Mataram Hindu dari wangsa Syailendra.

Seorang petani yang sedang mencangkul di sawahnya telah menemukan candi ini. Ia heran ketika cangkulnya menghantam benda keras. Setelah digali dan diamati, tampaklah beberapa batu tersusun yang merupakan bagian dari candi.  Kemudian Badan Arkeologi Jogjakarta segera melakukan penyelamatan dengan rekontruksi.

Candi Sambisari terdiri dari satu candi utama dan tiga candi perwara. Candi utama menghadap ke barat, dan kondisinya masih utuh. Sedangkan candi perwara berhadapan dengan candi utama sudah runtuh dan hanya tertinggal pondasi batuan saja dengan luas bujur sangkar 4,8 m.

Tinggi candi utama sampai ke atasnya adalah 7,5 m. Tubuh candi juga berbentuk bujur sangkar seluas 13,65 m. Tingginya langkan menyebabkan candi utama tidak tampak dari luar, hanya bagian atasnya saja.  Namun kalau kita berada di dalam, serasa ada kenikmatan tersendiri karena tenang dan nyaman. Angin kencang juga berhembus melalui bebatuan.
candi utama di bagian dalam (dok.pri)

Ada patung Dewa Syiwa yang terpahat di dinding candi utama. pondasi patung ini yang memanjang dan mengitari candi, bisa untuk duduk-duduk atau menjadi spot foto yang cantik menarik. Atau bahkan kita bisa duduk-duduk di lantai batu. Kita bisa terlindung dari sinar matahari dengan berada di balik sisi gelap bangunan candi atau langkan yang melingkarinya.

Memang meilhat-lihat candi tidak perlu tergesa-gesa, perlu dinikmati dan diresapi. Aku paling suka sambil membayangkan masa sejarah dimana dahulu kehidupan kerajaan mendominasi Jogjakarta dan sekitarnya. Aku sering mengagumi betapa uletnya mereka dalam menjalani kehidupan. Banyak filosofi yang mereka ajarkan, dan tersirat dari peninggalan bangunan seperti candi.

Di halaman rumput yang apik dan terawat, kita juga bisa bersantai sambil menikmati cahaya matahari. Ironinya, karena tidak begitu ramai pengunjung, maka kawasan ini sering digunakan pasangan remaja untuk berpacaran. Namun ada juga remaja-remaja yang datang bergerombol sambil membawa makanan. Semoga mereka ingat untuk selalu menjaga kebersihan dan ketertiban candi.

dinding yg mengelilingi seluruh candi (dok.pri)


Kamis, 11 Januari 2018

Menikmati Kereta Bandara yang Super Modern


Akhirnya kesampaian juga aku menaiki kereta yang canggih, modern dan mewah. Yup, itulah kereta yang menuju bandara Soekarno Hatta dan baru diresmikan Presiden Jokowi pada tanggal 2 Januari lalu. Beruntung saya telah lebih dahulu merasakan nikmatnya kereta tersebut sehari sebelumnya, tepat di awal tahun baru.

Memang sebelum diresmikan, ada tawaran tiket promosi selama beberapa hari. Tiket promosi seharga Rp 30 000,- dari harga normal Rp 70 000,-. Masa promosi berakhir pada tanggal 1 Januari 2018. Nah, sudah tentu banyak orang yang memanfaatkan masa tersebut untuk segera menjajal kereta terbaru.

Membayangkan banyaknya orang yang penasaran ingin merasakan kereta bandara, maka aku pikir lebih baik mencobanya pada tanggal 1 Januari. Pertimbangannnya, banyak orang yang akan malas bangun pagi karena merayakan tahun baru. Setidaknya, orang yang akan bepergian pada pagi hari, hanya sedikit.

Dari stasiun Citayan, aku naik Commuter LIne menuju Tanah Abang dan turun di stasiun Sudirman. Saat itu baru pukul 09.15. Kemudian jalan kaki beberapa puluh meter ke Stasiun Sudirman Baru yang sudah selesai dibangun. Stasiun ini tampak megah, besar dan modern. Desainnya, arsitekturnya justru lebih mirip bandara daripada sebuah stasiun kereta.

Untuk membeli tiket, harus naik ke lantai tiga. Di sana kita menggunakan vending machine khusus kereta bandara. Bedanya dengan Commuter LIne, vending machine ini hanya bisa menggunakan debit card atau credit card. Seorang petugas yang gagah, mirip pramugara, akan memandu kita yang belum mengetahui caranya.


Setelah mendapat tiket, kita bisa menunggu kereta yang belum datang sesuai jadual. Aku kebagian jadual jam 10.21. Di ruang tunggu di lantai dua yang apik, aku menunggu kedatangan kereta. Di sebelahku duduk seorang ibu dengan satu putranya, yang ternyata dari Bojong Gede dan ingin menjajal kereta bandara seperti aku.

Kemudia, sepuluh menit sebelum kedatangan kereta, akan ada pemberitahuan, dan kita mengantri ke pintu yang menuju ke bawah. Antrian harus tertib sesuai dengan lajur yang dipasang petugas. di gate yang berjejer, kita tempelkan karcis yang telah dibeli dan langsung discan, lalu penghalang pintu terbuka secara otomatis.



Di lantai bawah/dasar, taka da tempat duduk, kita menunggu sepanjang jalur kereta. Belum ada ketentuan untuk masuk ke gerbong berapa. Kita masih bebas memilih mau duduk di mana. Tak alma kemudian kereta datang dari arah Manggarai.



Aku sengaja naik gerbong terakhir supaya tidak bareng banyak orang dan langsung duduk di kursi yang mirip dengan yang ada di pesawat terbang. Wah, memang interiornya benar-benar mewah dan modern

Di dalam kereta ini, nyaris semua penumpang memanfaatkannya untuk selfie. Bahkan ada gadis-gadis abege pindah dari satu gerbong ke gerbong lainnya, selfie sebanyak-banyaknya sambil cekikikan.



Aku menikmati perjalanan dalam kereta yang melewati stasiun Tanah Abang, berhenti di Duri untuk pergantian rel, lalu melaju ke arah bandara Sokarno Hatta. Kereta juga berhenti di stasiun Batu Ceper yang sudah berada di wilayah Tangerang.

Toilet untuk penumpang, ada di setiap gerbong kereta. Jadi bagi penumpang yang kebelet ingin buang hajat, tidak perlu menunggu sampai tiba di stasiun. Toilet ini bentuknya juga menyerupai toilet yang ada di dalam pesawat.


Menuju bandara, kita akan melihat pemandangan indah padang rumput dan awan putih yang sedang berarak-arak. Di kejauhan tampak hanggar pesawat, dengan beberapa pesawat yang parkir di depannya. Kita tiba di stasiun bandara kira-kira 50 menit saja.

Kita keluar melalui jejeran gate seperti ketika masuk. Aku sengaja putar-putar stasiun yang suasanya mirip dengan bandara. Bahkan information center nya juga mirip dengan bandara. Jangan kaget jika petugas pria yang melayani juga tampan dan gagah serta wanitanya cantik. Mereka petugas yang berstandar internasional.


Ruangan-ruangan di stasiun bandara lebih mewah daripada stasiun Sudirman. Executive lounge nya lebih banyak, walau ruang tunggu untuk umum juga tak kalah bagusnya. Ada ruang untuk menyusui, ruang kesehatan dsb.

Bagi penumpang yang ingin melanjutkan perjalanan menggunakan pesawat, dari stasiun ini terhubung melalui sky line ke terminal 1, 2 dan 3. Ada gerbang kaca yang menghubungkan stasiun dengan sky line.

Sesudah puas melihat-lihat, aku segera membeli tiket balik di vending machine dan kembali mengantri. Dalam perjalanan pulang, aku terkantuk-kantuk di kereta yang mewah itu. Sayang waktunya tidak lama. Sekitar pukul satu siang, aku sudah berada di stasiun Sudirman.




Minggu, 07 Januari 2018


Purbalingga adalah salah satu kabupaten yang berada di provinsi Jawa Tengah, jaraknya hanya sekitar satu jam dari Purwokerto. Untuk menuju ke sana, lebih enak naik kereta api yang ke Purwokerto. Nanti ada angkot yang menuju Bobotsari. Masjid Cheng Hoo ini tidak jauh dari pasar Bobotsari. Inilah wisata religi di Purbalingga.

Sebenarnya masjid Cheng Hoo yang terkenal ada di Surabaya, yang dibangun untuk menghormati  dan mengenang Laksamana Cheng Hoo dari  Yunnan, Tiongkok. Namun tak ada salahnya kita mengenal masjid Cheng Hoo ala Purbalingga, yang baru diresmikan pada tahun 2011 oleh Pemerintah daerah setempat. Jelas memang berbeda dengan Masjid Cheng Hoo Surabaya.

Asal  mula berdirinya masjid Cheng Hoo Purbalingga, karena adanya seorang mualaf keturunan Tionghoa yang bernama Thio Hawa Khong dan kemudian berganti nama  Heri Susatyo. Ia menilai sumber kekuatan Islam ada di masjid. Heri Susatyo  mulai membangun masjid ini pada tahun 2004 dengan bantuan para penduduk.  Masjid ini digunakan untuk dakwah, terutama kepada kaum Tionghoa.

Sesuai dengan namanya, maka arsitektur bangunan memberikan ciri khas Tiongkok., mirip kelenteng.  Apalagi dengan warna merah yang menjadi identitas kaum Tionghoa.
Dari jauh, masjid ini tampak cantik dan menarik. Sayangnya, ukuran Masjid ini tidak begitu besar. Berbanding terbalik dengan luas parkiran yang disediakan untuk para pengunjung.

Toilet yang bergandengan dengan tempat wudhu, ada di sisi kiri masjid. Kita harus melepaskan alas kaki untuk menjaga kebersihannya. Lalu setelah wudhu, melewati kolam rendah yang memang menjaga supaya kaki yang masuk tetap bersih dan tidak membwawa kotoran. Setelah itu menaiki beberapa anak tangga, masuk ke dalam masjid melalui pintu samping.

Pintu utama yang berada di depan, adalah pintu yang unik, bentuknya menyerupai kepala kunci dengan lingkaran besar dan gagang pendek. Warnanya antara merah dan kuning. Sedangkan daun pintunya, mengikuti bentuk lingkaran itu, terbuat dari kayu jati ukir  yang indah. Kalu kita buka, seperti membuka sebuah lorong.
Pintu Masjid (dok.pri)
Pintu Masjid (dok.pri)
 
Di sebelah kiri pintu, ada bedug yang dibunyikan sebelum adzan berkumandang. Pukulan bedug, merupakan hal yang sudah jarang dilakukan di masjid-masjid di wilayah Jabodetabek. Padahal suaranya merdu dan bergema hingga berkilometer jauhnya. Lebih ampuh untuk mengingatkan orang akan datangnya waktu shalat.

Di dalam masjid yang tidak begitu luas dan memanjang ke samping, ruangan terbagi dua. Bagian depan adalah shalat untuk laki-laki, dan di bagian belakang untuk perempuan.
Ada lemari kayu di sudut ruangan tempat peralatan sholat dan juga beberapa buah kitab suci Alquran. Di bagian depan,  mimbar yang berada di tengah didominasi oleh keramik berwarna merah.

mimbar masjid (dok.pri)
mimbar masjid (dok.pri)
 
Dua tiang besar penyanga masjid tampak kokoh, berada di sisi kanan dan kiri. Namun kalau kita menengok ke atas, maka kita bisa melihat lingkaran indah dengan desain khas Tiongkok serta lampu hias yang juga cantik. Walau pengunjung datang silih berganti, tetapi suasana di dalam masjid terasa tenang dan nyaman. Betah juga jika berlama-lama di sana.

bagian atas masjid (dok.pri)
bagian atas masjid (dok.pri)
 
Di halaman parkir ada jejeran warung penjaja makanan. Bagi wisatawan yang datang dari luar kota, tidak sulit untuk mencari makanan yang khas daerah Purbalingga. Beberapa pedagang kaki lima juga mangkal di pojokan, ada bakso, rujak dll.

Sejatinya, Masjid ini tidak hanya sebagai wisata religi. Sesuai dengan tujuan pembangunannya, masjid adalah tempat siar Islam. Di sini juga ada kajian-kajian mengenai ajaran Islam.