Puluhan tahun yang lalu, ketika saya masih duduk di
bangku SMP, kakak perempuan saya yang masih SMA terkena penyakit parah. Dia
sering batuk-batuk, sampai dadanya terasa sakit. Dari dahak yang dikeluarkannya
mengandung darah. Saya sampai ngeri melihatnya. Ternyata setelah dibawa ke
rumah sakit, dokter mengatakan bahwa kakak saya terkena penyakit TBC.
Penyakit itu menggerogoti daya tahan tubuh kakak
saya. Padahal, sekolahnya di Bukit Duri, Jakarta Selatan. Setiap hari
perjalanan jauh dari Depok menggunakan kereta. Jika terlalu lelah, penyakitnya
semakin parah. Waktu itu dokter mengharuskan dia minum obat setiap hari selama
enam bulan.
Selain itu, karena mudah menular melalui udara, kami
dianjurkan berbicara agak jauh. Peralatan makan dan minum harus dipisah dan
ditandai, juga dicuci secara terpisah. Mendapat perlakuan seperti itu, kakak
saya sering marah karena merasa dikucilkan. Tapi apa boleh buat, demi kesehatan
sekeluarga, kami terpaksa berbuat seperti itu.
Minum obat setiap hari dengan dosis tinggi memberi
efek samping terhadap kakak saya. Indra pendengarannya semakin berkurang. Mau
tak mau akhirnya dia menggunakan alat bantu dengar, karena pendengarannya
tinggal 60%. Bagaimana pun kami
bersyukur karena dia masih bisa sembuh dan sehat kembali.
Apa dan Bagaimana TBC
Penyakit Tuberkulosis, atau lebih kita kenal dengan
singkatan TBC merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini bisa disembuhkan dengan pengobatan
yang intensif. Namun kalau dibiarkan, penderita bisa meninggal dunia
Perlu diketahui, sebagian besar kuman TBC menyerang
paru, tetapi dapat juga mengenai organ atau bagian tubuh lainnya. Misalnya
tulang, kelenjar, kulit dsb. Penyakit ini dapat menyerang segala usia, terutama
pada usia produktif antara 15 s/d 50 tahun dan anak-anak.
Bagaimana gejalanya?
1. Batuk
terus menerus
2. Demam
meriang tidak terlalu tinggi
3. Dahak
bercampur darah
4. Nyeri
di dada
5. Berkeringat
tanpa sebab, terutama pada sore dan malam hari
6. Nafsu
makan menurun
7. Berat
Badan menurun
Karena menular melalui udara, maka kita harus
berhati-hati jika berkomunikasi dengan penderita TBC. Bayangkan, ketika dia
berbicara, ada 0-210 partikel kuman yang
menyembur. Jika dia batuk, 0-3500 partikel terlontar dan ketika dia bersin, ada
4500-1 juta partikel kuman keluar. Karena itu sebaiknya penderita TBC selalu
menggunakan masker agar tidak menularkan penyakitnya pada orang lain.
Namun kuman ini bisa dilemahkan secara alami jika
terkena sinar matahari. Bila ada anggota keluarga yang terkena penyakit TBC,
sering-seringlah membuka pintu dan jendela agar ada pergantian udara dan sinar
matahari masuk. Debu-bebu juga harus sering dikebas dan dibersihkan di luar
rumah.
Orang yang beresiko terkena paparan penyakit ini
adalah orang yang sering kontak dengan penyakit TBC, tinggal di daerah yang
padat penduduk dan orang yang berkerja dengan bahan kimia. Penderita TBC sangat
mudah terinfeksi penyakit HIV Aids karena daya tahan tubuhnya yang sangat lemah.
Pengobatan Intensif TBC
Penderita TBC harus diobati secara intensif selama
enam sampai delapan bulan yang terbagi dalam dua tahap. Tahap awal setiap hari
selama 2-3 bulan. Lalu tahap lanjutan 3 kali seminggu selama 4-6 bulan.
Satu hal yang harus dicamkan, jangan sekalipun
penderita TBC lalai berobat atau meminum obatnya. Apalagi jika pengobatan belum
tuntas. Misalnya karena bosan berobat, sebelum masa pengobatan selesai sudah
berhenti. Ini mengakibatkan Resistan.
Kondisi Resistan menyebabkan:
1. Penyakit
tidak sembuh dan tetap menularkan ke orang lain.
2. Penyakit
bertambah parah dan bisa berakibat kematian
3. Obat
anti TBC (OAT) biasa tidak bisa membunuh kuman karena menjadi telah kebal
sehingga pasien tidak bisa disembuhkan.
4. Pengobatan
diulang menjadi lebih lama sekitar dua tahun.
5. Biaya
pengobatan mencapai 200 kali lipat.
Bahaya bukan?
Kasus TBC di Indonesia Tinggi
Sampai saat ini Indonesia masih menjadi salah satu
negara dengan beban TB tinggi. Kasus TBC pertahun di Indonesia mencapai
1.020.000. Angka kejadian TBC 391 per 100 000 penduduk.
Penemuan kasus TB pada tahun 1999 – 2017 sangat
mengejutkan, karena justru meningkat drastis sekitar 401.130 kasus. Sedangkan
pada tahun 2017 telah terdeteksi bahwa dari 514 kabupaten/kota didapatkan sbb:
-
336 Kab/Kota dengan penemuan kasus TBC
<40%
-
128 Kab/kota dengan penemuan kasus TBC
> 40 s/d < 70%
-
18 Kab/Kota dengan penemuan kasus TBC
>70 s/d < 90%
-
28 Kab/Kota dengan penemuan kasus TBC
CDR > 90%.
Namun dengan gebrakan pemerintah melalui Kementrian
Kesehatan yang menyelenggarakan pengobatan sampai ke desa-desa, jumlah
penderita TBC semakin berkurang. Dengan tingkat keberhasilan sbb:
-
164 Kab/Kota memiliki angka keberhasilan
< 85%
-
103 Kab/Kota memiliki SR > 85% s/d
< 95%
-
247 Kab/Kota memiliki SR > 90%