Jumat, 21 Oktober 2022

Pendidikan Untuk Anak-anak Disabilitas dan Kusta

 

Ignas (SDN Rangga Watu, Manggarai Barat, NTT)


Diskriminasi masih sering berlangsung di sekitar kita. Perlakuan yang berbeda kepada orang kaya dan orang miskin, pejabat dan rakyat jelata, serta golongan mayoritas dan minoritas. Begitu pula dengan orang yang fisiknya normal dengan yang disabilitas dan penderita penyakit kusta. 

Dalam hal ini, yang paling memprihatinkan adalah diskriminasi di bidang pendidikan. Kita kerap mendengar betapa sulitnya anak-anak disabilitas dan penderita kusta mendapatkan pendidikan yang layak. Padahal, UUD 1945 menegaskan bahwa "Setiap Warga Negara Berhak Mendapatkan Pendidikan" (pasal 31 ayat 1 UUD 1945).

Kadang kita seperti membiarkan hal ini terjadi, baik itu pada lembaga pendidikan maupun pergaulan masyarakat. Sebagai manusia beragama, seharusnya kita dapat mencegah diskriminasi tersebut. Untunglah ada orang-orang yang memiliki kepedulian tinggi terhadap masalah ini dan memberikan kesempatan yang sama kepada mereka yang membutuhkan.

Talk show di YouTube kbr.id , Jumat 21 Oktober telah membuat kita melek tentang pemerataan pendidikan tanpa kecuali.  Ruang Publik KBR, bekerja sama dengan NLR Indonesia, bertajuk "Pendidikan Bagi Anak dengan Disabilitas dan Kusta", dengan menghadirkan pembicara yang kompeten.

Antara lain:

1. Anselmus Gabies Kartono - Yayasan Kita Juga (Sankita)

2. Fransiskus Borgias Patut - Kepala Sekolah SDN Rangga Watu Manggarai Barat

3. Ignas Carly- Siswa kelas 5, SDN Rangga Watu Manggarai Barat (Testimoni Disabilitas)

Sekolah Inklusif 

Sekolah inklusif merupakan sekolah reguler yang menerima siswa ABK. Jadi, di sekolah ini, anak non disabilitas akan belajar berdampingan dengan teman-teman mereka yang disabilitas. Salah satu sekolah inklusif yang sampai saat ini eksis adalah SDN Rangga Watu Mang Barat. Sekolah yang resmi menjadi sekolah inklusif pada tahun 2017 ini dan memiliki 7 siswa ABK 


 Fransiskus Borgias Patut,  Kepala Sekolah, menjelaskan bahwa  SDN Rangga Watu Manggarai Barat menjadi sekolah inklusif adalah karena masih terbatasnya Sekolah Luar Biasa (SLB) di Manggarai Barat. Akses ke sekolah tersebut juga sangat jauh, yang pastinya akan menyulitkan anak-anak untuk menuju ke sana setiap hari.

Memang ada SLB yang sebenarnya sudah. menjadi program pemerintah untuk memenuhi hak pendidikan anak disabilitas. Namun  keberadaannya masih kurang.

Fransiskus sangat menghargai peran orang tua untuk turut mendukung sekolah inklusif ini. Sebenarnya, penerimaan ABK tidak disebarluaskan agar anak-anak lain tidak menganggap ada perbedaan antara   mereka yang memiliki kekurangan. Begitu pula dengan guru-gurunya, tidak ada yang membedakan, sehingga siswa ABK juga nyaman belajar dan tidak lagi terbebani dengan diskriminasi.

Tantangan lain, kurang  tersedianya tenaga pengajar yang cukup, dengan kemampuan mumpuni untuk mendidik siswa ABK. Bagaimanapun, ABK membutuhkan cara belajar yang tidak mungkin disamakan dalam segala kondisi. Tetap dibutuhkan strategi agar pelajaran yang ditangkap oleh siswa ABK ini dapat diterima sama baiknya dengan anak yang lain.

Untuk itu, butuh kerjasama dengan pihak yang peduli. Inilah yang menjadi fokus Yayasan Kita Juga (Sankita), Anselmus Gabies Kartono sebagai perwakilan,  Organisasi sosial pemberdayaan disabilitas, juga resmi jadi yayasan pada tahun 2017, menjadi salah satu pihak yang telibat banyak dalam pembekalan tenaga pengajar di SDN BELI SEK Rangga Watu Manggarai Barat.


Salah satu murid disabilitas yang mendapatkan pendidikan di SD Rangga Watu adalah Ignas. Dia mengaku tidak pernah mendapat perlakuan negatif dari teman-temannya yang normal. Mereka berinteraksi sama dengan anak yang lain. Kalaupun ada yang mengejek, ia tidak menanggapi, hanya dianggap angin lalu.

Tampak jelas Ignas  bersemangat walau mungkin masih belum bisa menuturkan  panjang lebar. Sebagaimana anak lainnya, dia mempunyai  cita-cita menjadi pemain sepak bola dan guru. Semoga apa yang dicita-citakan dapat tercapai ya Ignas.