Kamis, 28 September 2023

Mengenal Seni Lukis Anotype dan Cyanotype

 

Melukis dengan metode cyanotype (dok.pri)

Minggu, 24 September saya meluncur ke kawasan Mayestik, Kebayoran Lama. Kali ini saya mau hadir dalam kegiatan yang diselenggarakan komunitas Koteka, berkolaborasi dengan Ruang Garasi. Event ini bertajuk "Visual Art Mini Workshop". Tetapi saya tertarik belajar seni lukis dengan metode anotype dan cyanotype.

Anotype adalah gambar yang dibuat menggunakan bahan dari tumbuhan. Proses ini awalnya ditemukan oleh Mary Somerville yang mempresentasikan penelitiannya kepada Sir John Herschel (yang sering salah dikutip sebagai penemunya) pada tahun 1842. Emulsi tanaman, buah, atau sayuran peka cahaya lainnya. 

Selembar kertas ditutup dengan emulsi, lalu dikeringkan. Beberapa daun, foto transparan positif atau bahan lain ditempatkan di atas kertas; kemudian disinari sinar matahari penuh secara langsung hingga bagian gambar yang tidak tertutup bahan menjadi pucat oleh sinar matahari. Warnanya tetap berada di bagian yang dibayangi. Kertas tetap sensitif terhadap sinar tersebut.

Sedangkan cyanotype adalah formulasi pencetakan fotografi ekonomis dan bereaksi lambat yang peka terhadap spektrum sinar ultraviolet dekat dan cahaya biru terbatas, kisaran 300 nm hingga 400 nm yang dikenal sebagai UVA radiasi.Ini menghasilkan cetakan biru yang digunakan untuk seni sebagai citra monokrom yang dapat diterapkan pada berbagai dukungan, dan untuk reproduksi ulang dalam bentuk cetak biru. Untuk tujuan apa pun, proses ini biasanya menggunakan dua bahan kimia: besi amonium sitrat atau besi amonium oksalat, dan kalium ferricyanide, dan hanya air untuk mengembangkan dan memfiksasi.

Ruang Garasi, tempat pameran lukisan karya Sari Yok Kuswoyo beberapa waktu lalu. Di tempat ini mbak Kana Fuddy Prakoso, guru lukisnya memberikan pelatihan berbagai macam seni dengan menggunakan metode-metode menarik. Saya justru baru tau ada anotype dan cyanotype, duh kuper juga di dunia seni.

Sampai di tempat sudah dua orang teman.  Saya berkenalan dengan mas Ari, yang menjadi mentor kali ini. Tentu saja ada Mbak Kana yang menjadi tuan rumah dan pembimbing utama.

Mbak Kana (dok.pri)

Saya heran melihat banyak dedaunan di atas meja. Tadinya saya kira buat dimasak menjadi sayur, karena ada seledri. Ternyata itu adalah bahan-bahan untuk membuat seni lukis dengan metode anotype dan cyanotype. Hehehehe.

Setelah teman-teman lainnya berdatangan, acara segera dimulai. Mas Ari menerangkan cara membuat seni lukis dengan metode anotype. Kami diberi lembaran kertas putih aquarel yang mempunyai pori-pori. Bahan- bahan lainnya adalah pewarna alami yang bisa berasal dari kunyit, daun pandan, bayam, strawberry, buah naga dan sebagainya. Daun-daun itu sudah diblender dan diambil airnya yang berwarna.

Kuas yang digunakan, kuas biasa dengan berbagai ukuran. Bahan pewarna dijadikan dua jenis. Pertama tanpa alkohol dan kedua menggunakan alkohol sekitar 70%. Fungsi alkohol adalah untuk memunculkan warna menjadi lebih kuat. Jika tanpa alkohol, warnanya lebih pucat.

Kuas dicelupkan pada pewarna, lalu dioleskan pada kertas. Setelah dirasakan cukup, keringkan sejenak dengan angin. Kemudian letakkan dedaunan yang kita pilih, masukkan ke dalam pigura foto berkaca. Setelah itu dijemur selama dua jam di bawah sinar matahari.

Pengeringan di bawah sinar matahari (dok.pri)

Kalau sudah kering, buka pigura buang daunnya. Kertas itu dicelupkan ke air yang mengandung deterjen untuk memunculkan warna. Hasilnya, lukisan dari dedaunan tadi. Keringkan lagi di udara, di bawah pohon.

Berbeda dengan anotype yang menggunakan pewarna alami, cyanotype justru menggunakan campuran bahan kimia. Untuk itu kita harus berhati-hati dengan memakai sarung tangan plastik. Jika terkena, kulit menjadi gatal-gatal.

Setelah dipraktikkan, ternyata tidak sulit. Nah kalau sudah latihan berulang kali, bisa menghasilkan sesuatu yang indah. Hasil seni ini bisa dijadikan pajangan ruang kerja, studio atau kafe kekinian yang trendi. 

Selasa, 26 September 2023

Marcellinus Wellip, Pahlawan Kesehatan dari Bumi Papua

 

Marcellinus Wellip (dok.kejarinfo.com)

Bukan rahasia jika jarang ada tenaga kesehatan yang mau ditugaskan ke daerah terpencil. Banyak hal yang dijadikan alasan, misalnya sangat sulit mendapatkan akses, tidak ada sinyal internet hingga honor atau gaji yang dipotong atau tertunda. Tetapi tidak begitu halnya dengan Marcellinus Wellip. Dia rela blusukan ke hutan, menyusuri sungai dan menyeberangi lautan demi menolong pasien yang membutuhkan. 

Marcellinus adalah seorang perawat atau mantri. Penduduk sekitar yang ingin berobat biasa datang ke klinik atau puskesmasnya tempat ia bekerja. Tapi dataran Papua bukan seperti tanah Jawa yang mudah dilalui alat transportasi. Papua memiliki medan yang sulit dijelajahi. Tak ada alat transportasi yang memadai. 

Di sana kita bakal menemukan jalanan terjal, berbukit-bukit, dan hutan yang masih tumbuh liar. Akses kendaraan yang sangat minim dan mahal. Hal ini yang menyebabkan sebagian pasien di pelosok tak dapat berobat ke fasilitas kesehatan seperti puskesmas. Selain itu, satu  kenyataan yang harus dihadapi, bahwa mayoritas masyarakat Papua hidup dalam kemiskinan. Mereka tak punya uang untuk keluar rumah dan mencari pertolongan.

Kondisi ini yang juga mengetuk hati Marcellinus Wellip. Ia paham kesulitan masyarakat di wilayah terpencil. Karena itu ia rela untuk menjemput pasiennya. Bahkan sampai mempertaruhkan jabatan  sebagai kepala puskesmas demi berbuat suatu kebajikan.

Marcellinus tetap menerjang dalam cuaca hujan atau panas. Ia sudah terbiasa berjalan  puluhan kilometer untuk mencari orang-orang yang butuh pertolongan. Malah dia pernah harus berhari hari berjalan menembus hutan. Menyusuri jalan setapak yang licin dan curam adalah makanan sehari-hari. 

Bagi Marcellinus,  menolong sesama adalah suatu idealisme yang tak bisa ditukar dengan uang. Ia sigap mengobati siapa saja tanpa mempertanyakan agama, suku, ataupun ras. Padahal, lelaki ini tahu ia tidak akan menjadi kaya dengan pengabdiannya. Ia hanya ingin berbuat semaksimal mungkin untuk menolong masyarakat yang berada di pedalaman. Dia adalah pahlawan yang sesungguhnya. Sungguh tepat ketika SATU Indonesia Award dari Astra memberikan penghargaan kepada Marcellinus Wellip.

Kisah tentang Marcellinus Wellip kemudian diangkat sebagai iklan di Astra. Ini membuktikan bahwa Marcellinus Wellip dapat menginspirasi masyarakat Indonesia, khususnya tenaga kesehatan. Iklan itu menggugah rasa nasionalisme, memanggil nurani kita agar tidak segan mengabdi kepada bangsa dan negara.  

Padahal Marcellinus menjalani pendidikan  mulai s1 hingga s3 nya di Jerman. Sebagai dokter ahli, hidupnya sudah pasti penuh kemapanan dan kenyamanan. Semula ia bertugas di rumah sakit besar di Jakarta dengan gaji yang cukup besar. Namun suatu hari idealisme mengetuk nuraninya untuk berbuat lebih jauh. 

Kenangan masa kecil, mengingatkan dia pada suatu peristiwa. Saat itu nyawa kakaknya tak bisa tertolong karena penyakit diare. Kemiskinan membuat keluarganya tak mampu membawa sang kakak ke rumah sakit. Sang kakak meninggal hanya karena penyakit yang tampak sepele di kota besar.  Seharusnya sang kakak bisa ditolong jika terdapat fasilitas kesehatan yang terjangkau. 

Kenangan pahit itu kemudian membuat sang dokter bertekad akan mendirikan rumah sakit apung untuk membantu masyarakat miskin yang tinggal di wilayah terpencil atau perairan. Marcellinus Wellip bertekad akan mendirikan rumah sakit apung untuk membantu masyarakat miskin yang tinggal di wilayah terpencil atau perairan pedalaman Indonesia.

Mengapa rumah sakit apung? Itulah yang efektif untuk menolong pasien di wilayah pedalaman atau terpencil. Di Papua juga banyak pulau kecil yang menjadi tempat tinggal penduduk asli. 

Pembuatan kapal memakan  biaya mahal , butuh ratusan juta untuk mewujudkannya. Maka ia kemudian nekat menjual rumah satu-satunya. Kenekatan akan idealisme ini yang membuat ia dijuluki 'dokter gila'. Ya, hanya orang yang tergila-gila pada nasionalisme yang sanggup berkorban seperti itu. 

Marcellinus Wellip dan beberapa orang timnya berkeliling ke daerah pedalaman hanya untuk mencari pasien yang sakit. Tim nya ini juga tidak dibayar. Mereka bekerjasama tanpa sedikit pun imbalan. Mungkin orang seperti dia hanya ada satu di antara sepuluh ribu. Bayangkan dengan dokter-dokter Jakarta yang hidup bergelimang harta. 

Kita butuh Marcellinus-Marcellinus yang lain. Semoga semakin banyak tenaga kesehatan yang mengikuti jejaknya, mengabdikan diri untuk membantu masyarakat dengan ikhlas dan tulus. 


Jumat, 22 September 2023

Peran Rizki Dwi Darmawan Dalam Bisnis Gula Jawa Kristal

 

Rizki Dwi Darmawan (dok.swa)

Sedari muda sudah kreatif dan inovatif, itulah Rizki Dwi Darmawan, peraih penghargaan Astra Internasional, SATU Indonesia award tahun 2013 bidang kewirausahaan. Meskipun saat itu masih berstatus mahasiswa, ia mampu menggerakkan penderes Nira di sekitarnya untuk membuat gula Jawa Kristal.

Bisnis ini dimulai bersama dengan teman-teman  kuliah. Pada mulanya ia tertarik ketika melihat warga sekitarnya yang mayoritas penderes, menyuplai nira untuk dijadikan gula. Hasil produksi  Nira di desa itu memang melimpah. Tetapi produksi nira hanya stop sampai pada gula merah saja. Padahal banyak produk itu  dijumpai di pasar-pasar. 

Maka Rizki Dwi Darmawan terpikir untuk memproduksi gula merah dalam bentuk kristal. Sesuatu yang belum dikenal oleh penderes setempat. Usahanya berhasil, kini ia telah membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat desanya sendiri. Keyakinan Rizki, bisnis gula kristal ini bisa sampai pasar manca negara. 

 Rizki mempelajari cara membuat gula kristal ketika masih berada di Surabaya. Ia pun melihat di hotel-hotel ada gula pasir cokelat, tapi ternyata itu hanya gula pasir biasa yang dikasih warna cokelat. Pemuda ini menemukan bahwa gula kristal lebih awet dari gula batok yang diproduksi dari penderes Nira.

Gula batok biasa itu umurnya pendek, hanya sekitar 2 sampai 3 minggu lalu lembab dan  menjamur dalam dua bulan sudah. Kalau gula kristal ini berbentuk serbuk seperti gula pasir bisa sampai 1,5 tahun. Ini karena kadar air yang ada di gula kristal rendah di bawah 3 persen tanpa bahan pengawet.

Tidak dipercaya 

Pada awalnya Rizki mengalami hambatan dari para petani penderes tidak yakin dengan idenya. Mereka takut prosesnya sulit dan jadi merugi. Di sinilah kerja keras Rizki, butuh waktu satu tahun untuk meyakinkan mereka. 

 "Sekarang beberapa yang mengelola manajemen dan  operasional di bawah payung CV Mekanira Nusantara, " cerita Rizki. Sedangkan nama brand gula kristal tersebut adalah Sweet Java.

Kini Rizki dan kawan-kawan mendistribusikan nira kristal ini hingga Selandia Baru dan Kanada. Produksi untuk eksportir rata-rata 2 ton per bulan sedangkan produksi untuk pasar domestik masih fluktuatif. 

Jumlah petani penderes sudah lebih dari 300 orang. Di samping menggenjot produksi,  Rizki juga menekankan kebersihan dalam berproduksi, karena memberikan pengaruh pada kualitas Nira. Cara membuat gula kristal adalah memanaskan gula jawa  terlebih dahulu. Dahulu hanya menggunakan sinar matahari,  sekarang sudah pakai oven.

Ada dua jenis gula kristal yang diproduksi. Satu dalam bentuk sachet dan satunya refill. Sachet digunakan untuk minuman, sedangkan refill untuk masak. Satu kotak harganya Rp 25 ribu. Sehingga omzet bisa mencapai Rp 100 juta per bulan.

Cita-cita Rizki, gula kristal ini menjadi produk yang dikenal sebagai gula sehat. Ia berharap perusahaan ini akan besar di daerah bukan di kota-kota. Selain memasuki pasar dalam negeri dan tersedia di supermarket besar, pada akhirnya merambah ekspor ke mancanegara. 

Rizki Dwi Darmawan (dok.caknun.com)


Rabu, 20 September 2023

Buah Kepel, Pilihan Keluarga Keraton

 

Pohon dan buah Kepel (dok.pri)

Siapa yang belum tahu buah Kepel? Tidak heran karena buah ini terhitung tanaman langka di zaman sekarang. Saya pun baru tahu belakangan ini gegara sebuah postingan di laman Facebook. Ternyata buah ini dikonsumsi oleh keluarga keraton, khususnya putri-putri raja. 

Kenapa keluarga keraton menyukai buah ini? Rupanya buah Kepel mempunyai khasiat seperti deodoran, menghilangkan bau badan. Wah, selama ini saya hanya tahu daun kemangi yang dapat membuat bau badan menjadi harum. Inilah salah satu rahasia putri keraton. Pantas saja di lingkungan keraton terdapat pohon ini. 

Buah Kepel (atau nama latinnya Stelechocarpus burahol) memang tidak begitu populer di masyarakat. Karena merupakan kesukaan keluarga Kerajaan, menjadi "tanaman bangsawan". Meskipun begitu, di Jogjakarta masih ada yang menanamnya di pekarangan rumah. 

 Pohon Kepel yang dipercaya mempunyai nilai filosofi adhiluhung ini merupakan flora identitas provinsi Daerah Istimewa Jogyakarta. Pohon Kepel di beberapa daerah  dikenal juga sebagai buah dan pohon kecindul, cindul, simpol, burahol, dan turalak. Dalam bahasa Inggris tumbuhan langka ini disebut sebagai Kepel Apple. Sedangkan dalam bahasa latin (ilmiah) disebut Stelechocarpus burahol.

Gara-gara tidak merakyat, kepel atau burahol menjadi tanaman langka. Kita harus menanyakan pada petani bibit yang menyemaikan buah ini. Nah, kenapa tidak jika  kita melestarikannya kembali sebagai pohon buah yang unik dan bermanfaat.

Bentuk fisik

Buah ini sepintas mirip buah sawo dengan kulit berwarna coklat. Tetapi dalamnya berisi daging tipis berwarna kuning, dengan biji seperti biji salak. Buah ini manis jika benar-benar matang. 

Buah Kepel bergantungan di batang pohon secara berkelompok. Kalau sudah tua, jatuh sendiri ke bawah. Bahkan ketika dipegang di batang pohon, langsung lepas dari tangkainya. Dikatakan matang jika empuk. Kalau tidak matang, rasanya agak pahit.

Pohon Kepel menjadi kegemaran para putri keraton di Jawa selain lantaran memiliki nilai filosofi sebagai perlambang kesatuan dan keutuhan mental dan fisik, buah kepel juga dipercaya mempunyai berbagai khasiat dibidang kecantikan. Buah Kepel telah menjadi deodoran (penghilang bau badan) bagi para putri keraton. Sayang justru karena itu masyarakat jelata tidak berani menanam pohon ini sehingga menjadi langka.

Pohon Kepel mempunyai tinggi hingga 25 m dengan diameter batang mencapai 40 cm. Pada kulit batangnya terdapat benjolan-benjolan. Benjolan-benjolan ini merupakan bekas tempat bunga dan buah karena bunga dan buah kepel memang muncul di batang pohon bukannya di pucuk ranting atau dahan.

Daun Kepel tunggal, lonjong meruncing dengan panjang antara 12-27 cm dan lebar 5-9 cm. Warna daun Kepel hijau gelap. Bunga berkelamin tunggal, harum. Bunga jantan terdapat pada batang bagian atas atau cabang yang tua bergerombol antara 8 sampai 16. Sedangkan bunga betina hanya terdapat pada batang bagian bawah.

Pohon Kepel atau Burahol tersebar di kawasan Asia Tenggara mulai dari Malaysia, Indonesia hingga Kepulauan Solomon bahkan Australia. Di Indonesia, terutama di Jawa, Pohon Kepel mulai jarang dan langka. Pohon Kepel dapat tumbuh di habitat yang berupa hutan sekunder yang terdapat di dataran rendah hingga ketinggian 600 mdpl.

Pohon Kepel menjadi salah satu pohon yang langka. Kelangkaan tanaman ini lebih disebabkan oleh adanya anggapan pohon ini sebagai pohon keraton yang hanya pantas di tanam di istana. Rakyat jelata, khususnya masyarakat Jawa akan merasa takut mendapatkan tuah (kuwalat) jika menanam pohon ini. Di sisi lain, banyak yang tidak menyukainya karena dagingnya sedikit dibandingkan dengan bijinya yang besar.

Kini, pohon langka ini masih dapat ditemui di kawasan keraton Yogyakarta, TMII, Taman Kiai Langgeng Magelang, Kebun Raya Bogor dan Taman Buah Mekarsari. Di Taman Buah Mekarsari pohon kepel sudah ditanam sejak awal tahun 1995 bertepatan denan diresmikannya Taman Buah Mekarsari. Lokasi tanamannya berada di kebun buah Blok C. Jumlah tanamannya 30 pohon. Bulan April ini pohonnya sedang berbuah. Buah akan terus berlangsung sampai awal Juni 2017. Untuk menuju ke tempat tersebut Anda dapat mengikuti rute wisata yang ada di Taman Buah Mekarsari.

Buah Kepel yang buahnya seukuran kepalan tangan orang dewasa mempunyai filosofi sebagai perlambang kesatuan dan keutuhan mental dan fisik karena seperti tangan yang terkepal. 

Ada di Bogor

Kebetulan salah satu sahabat penulis yang tinggal di kota Bogor, memiliki pohon ini. Ketika tahu saya mencari pohon ini, dia mengundang saya ke rumahnya. Saya pun tak menyia-nyiakan undangan ini.

Pohon kepel tegak berdiri di pojok halaman rumah teman saya dengan buah berlimpah. Sebagian sudah jatuh ke bumi, di antara dedaunan dan akar. Saya memungut yang terjatuh, mengumpulkan di dalam dua kantong. Saya panen buah kepel di rumah teman. Asyik kan. 

Ayo tanam buah kepel. Manfaat lain dari buah ini, selain sebagai deodoran juga memperlancar urine. Daunnya digunakan untuk mengobati asam urat dan kolesterol. Sedangkan batang kayunya bisa digunakan sebagai bahan rumah tangga. Jika punya halaman luas, pohon ini sangat cocok ditempatkan di sudut. 

Buah kepel (dok.pri)



Senin, 18 September 2023

Bidan Rosmiati, Menyusuri Pelosok Riau Demi Para Ibu

 

Bidan Rosmiati (dok.viva.co.id)

Pernah ke Provinsi Riau? Saya pernah menjelajah ke seluruh wilayah Riau pada tahun 2004 karena menunaikan tugas. Riau, sebagaimana provinsi lainnya di pulau Sumatera, masih memiliki hutan dan desa-desa terpencil. Pertumbuhan ekonomi serasa berjalan lambat di sini, kecuali para pemilik hutan sawit.

Akses dari satu kabupaten ke kabupaten lainnya tidak mudah. Jalan penghubung banyak yang rusak, tidak bisa dilalui kendaraan biasa. Selain itu, jarang terdapat angkutan umum yang bisa mengantarkan hingga ke pelosok-pelosok. Mini bus berhenti di terminal, setelah itu dilanjutkan dengan menggunakan motor ojek, yang ongkosnya sangat mahal. Kadang lebih dari Rp. 50.000,-

Belum lagi soal keamanan di jalan raya. Kita berusaha menghindari perjalanan pada malam hari. Jarang ada penerang di jalan sehingga tampak gelap gulita. Tidak heran jika begal merajalela. Kelompok begal ini tak segan-segan membunuh korbannya. 

Fasilitas

Hal yang paling menyedihkan, kurangnya fasilitas umum untuk rakyat. Saya terenyuh melihat banyak warga yang harus susah payah berjalan kaki puluhan kilometer untuk pergi ke puskesmas. Inipun pelayanan di puskesmas tidak maksimal, dokter jarang datang, dan puskesmas serta perkantoran lain sudah tutup ketika tengah hari.

Sinyal telepon atau internet juga tidak stabil. Hanya di tengah kota besar saja sinyal menjadi kencang. Sedikit ke tepi kota, sudah mulai timbul tenggelam. Provider terkenal pun belum bisa menjamin kuatnya sinyal, apalagi di wilayah hutan dan perbukitan. 

Secara pribadi, saya tidak mau tinggal di Riau. Saya yang biasa beraktivitas di ibukota dengan segala kemudahan, pasti akan sangat stres bila tinggal di sana. Sebelum pertumbuhan ekonomi merata di sana, lebih baik saya tetap di ibukota dan sekitarnya. 

Karena itu, sungguh seperti hujan di padang gersang ketika ada seseorang yang mengabdikan hidupnya membantu masyarakat di wilayah yang sulit dijangkau. Misalnya, bidan yang membantu kaum ibu agar tetap sehat bersama anak-anak yang dilahirkan. 

Bidan Rosmiati

Bidan Rosmiati tidak segan terjun ke  daerah terpencil, yaitu Desa Tunggal Rahayu Jaya, Teluk Belengkong, Indragiri Hilir, Riau. Bagaimana dia memilih jalan pengabdian tersebut?

Rupanya Rosmiati menyadari pentingnya kesejahteraan ibu dan anak, lulusan Akademi Kebidanan di Padang, Sumatera Barat ini membuat program Tabungan Ibu Bersalin, yang ditujukan khusus bagi ibu-ibu yang akan menjalani persalinan di desa tersebut. Tabungan itu dia gulirkan melalui musyawarah dengan pemerintah setempat dan warga, khususnya para ibu ibu.

Baik pemerintah desa maupun warga menyambut baik dan menjalaninya dengan antusias. Apalagi, tabungan tersebut disesuaikan dengan kemampuan masing-masing warga. Program tersebut berhasil menyelamatkan ibu-ibu dari kesulitan ekonomi ketika melahirkan. 

Bukan hal yang mudah untuk meyakinkan masyarakat yang rata-rata berpenghasilan rendah sebagai buruh tani. Apalagi mereka harus mencukupi kebutuhan keluarga sehari-hari. Namun dengan kegigihan Rosmiati, membimbing kaum ibu untuk keselamatan bayinya. 

Berkat kerja keras ini yang membuat Rosmiati mampu mengalahkan 1.088 bidan dari desa lainnya dan menjadi satu dari lima orang yang menerima Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards tahun 2012 untuk kategori kesehatan. Perlu diketahui, SATU Indonesia Awards 2012 adalah penghargaan yang diberikan oleh Astra kepada generasi muda yang memiliki prestasi di bidang pendidikan, lingkungan, kesehatan, teknologi, dan kewirausahaan.

Program selanjutnya yang digulirkan Rosmiati adalah program Dana Sehat, yang ditujukan bagi seluruh penduduk Desa Tunggal Rahayu Jaya. Untuk mengikuti kedua program itu, setiap Kepala Keluarga (KK) Desa 29 Tunggal Rahayu Jaya cukup menyisihkan uang sebesar Rp 2.000 per bulan. Buah pikirnya itu, sungguh membuat warga saling membahu dalam kebersamaan peduli kesehatan. Program itu masih berlangsung hingga sekarang.

Kita berharap akan semakin banyak bidan-bidan seperti Rosmiati yang mencurahkan tenaganya untuk kesehatan masyarakat, terutama kaum ibu. Sebagaimana pesan pendiri bangsa Indonesia, Sukarno, bahwa wanita adalah tiang negara. Oleh sebab itu, kesehatan wanita sebagai ibu harus selalu diperhatikan. Ibu yang melahirkan generasi muda untuk masa depan Indonesia.




Minggu, 17 September 2023

Sambal Bakar Ijo Royo, Outlet Baru di Jag's Kitchen Jagakarsa

Outlet sambal bakar Ijo Royo (dok.pri)

Para pecinta sambal silakan merapat ke Jagakarsa. Ada sambal bakar Ijo Royo di Jag's Kitchen, tepatnya di halaman belakang yang dulunya adalah lapangan futsal. Berhubung kegiatan futsal sudah sepi, maka difungsikan dengan membuka outlet baru. 

Saya ke sini bersama teman baik yang juga artis legendaris, Lenny Marlina. Dia yang membuat saya penasaran dengan sambal bakar ini. Kami janjian datang pukul 11.30 WIB. Ternyata saya datang lebih cepat karena dari stasiun Lenteng Agung naik ojek online hanya sebentar. Ijo Royo belum buka, masih bebenah. 

Waktu menunggu saya gunakan untuk mengambil foto dan video dari depan. Tak berapa lama kemudian, mbak Lenny datang bersama beberapa teman sekolahnya dulu. Kami pun melepas kangen sejenak dan berpelukan cipika cipiki. 

Cemilan dan jus buah naga (dok.pri)

Kami lalu ke dalam, mengambil tempat duduk dan menggabungkan dua meja. Staf restoran bergegas melayani. Karena mereka belum selesai bebenah, kami memesan minuman dari Jag's Kitchen di depan. Saya memesan jus buah naga. Sepiring cemilan french fries, sosis dan paru menemani obrolan yang seru.

Lepas tengah hari, makanan sudah bisa dipesan. Saya memilih paket bebek goreng dan lalapan. Sedangkan yang lain memesan menu ayam goreng plus lalapan. Semua orang mendapatkan satu porsi sambal bakar. 

Sambal bakar (dok.pri

Sementara yang lain ngobrol, saya justru menonton proses membuat sambal bakar. Pertama, sambal diulek dengan cobek. Setelah halus ditempatkan di piring yang terbuat dari tanah liat. Kemudian piring itu diletakkan di atas api. Jika sudah matang dan mengeluarkan bau harum, diangkat dan disajikan berlapis piring rotan agar kita tidak kepanasan. 

Obrolan berhenti karena masing-masing sibuk mengunyah makanan. Rata-rata kami orang Jawa Barat, sehingga memang senang sambal yang pedas. Maka sambal itu membuat selera makan bertambah. Meskipun cuaca panas, makan sambal bakar menjadi nikmat. Oh ya, sambal bakar ini terdiri dari beberapa jenis lho. Saya memilih sambal bawang Bali. 

Bebek goreng dan nasi teri Medan (dok.pri)

Usai makan, keringat mengucur deras. Kami merasa perlu pindah ke depan, ke Jag's Kitchen. Ruangan berpendingin dibutuhkan untuk menghentikan rasa panas dan hawa panas. Di sebuah ruang kecil, obrolan berlanjut dengan segelas es cappucino dan sepiring pisang goreng. 

Es cappucino dan sepiring pisang goreng (dok.pri)


#resto #sambal

#jagakarsa #restoran 

#sambalbakar



Kamis, 14 September 2023

Heri Chandra Santoso, Semangat Literasi Untuk Masa Depan Negeri

 

Heri Chandra Santoso (dok.idn.times)

Tersebutlah seorang lelaki muda bernama Heri Chandra Santoso yang peduli pada pendidikan untuk tunas muda bangsa Indonesia. Dia menyadari, titik tolak pendidikan ada pada literasi. Namun lelaki muda itu juga tahu bahwa minat baca masyarakat Indonesia masih sangat rendah.

Fakta memperlihatkan bahwa di sekitar tempat tinggal Heri,  banyak anak putus sekolah. Hal ini yang  mendorong Heri Chandra Santoso mendirikan pusat pelatihan anak, Pondok Baca Ajar di desa Meteseh, Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Dengan cara ini, berharap anak-anak itu tak ketinggalan dengan anak-anak lain. 

Dengan pondok baca tersebut ,Heri ingin mengembangkan potensi anak-anak putus sekolah. Sejak berdiri tahun 2007, di pondok baca ini terdapat 30 anak binaan. 

"Mereka putus sekolah karena orang tua tidak mampu membiayai," cerita  Heri yang merupakan warga asli Dusun Slamet, Desa Meteseh.

Pondok baca Ajar menyelenggarakan beberapa kegiatan. Antara lain; membaca buku, pelatihan bahasa inggris, belajar komputer, belajar sejarah lokal, dan membaca puisi. Heri mendorong  anak-anak tersebut untuk mengikuti perkembangan teknologi, namun tetap tidak melupakan sejarah kebudayaan lokal.

Kiprah Heri memberdayakan remaja putus sekolah ini dimulai sejak masih aktif kuliah dan mengikuti berbagai kegiatan sosial. Heri adalah sarjana Sastra Indonesia alumni Fakultas Sastra Universitas Diponegoro tahun 2007. Ia yakin anak-anak putus sekolah juga memiliki potensi yang bisa dikembangkan.

Perpustakaan 

Kemudian setelah menjadi sarjana, Heri dan rekan- rekannya sepakat mendirikan sebuah perpustakaan sederhana. la pun meminta bantuan kepada para remaja karang taruna untuk mendukung program tersebut.

Awalnya, pondok baca Ajar  menempati ruang tamu milik orang tua Heri. Ketika itu, hanya ada 15 anak yang rutin datang. Heri mengumpulkan buku- buku dari sumbangan berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan sumbangan pribadi hingga kini terkumpul 2.000 judul buku. Aneka jenis buku dari ilmu pengetahuan hingga cerita anak.

Supaya tidak bosan, kadang Heri mengajak anak-anak membaca di tengah kebun atau di tempat lain yang dirasakan nyaman. Mereka bergantian membaca, kalau ada sesuatu yang tidak dimengerti bisa ditanyakan langsung. Untuk bahasa asing, Heri melatih mereka untuk rajin membuka kamus. Mereka lalu membentuk klub baca. 

Kegiatan literasi ini selaras dengan komunitas yang didirikan Heri sejak 2008, yaitu Lereng Medini. Ini adalah nama kawasan pegunungan di Boja. Komunitas Lereng Medini untuk memberikan ruang bagi masyarakat, khususnya anak-anak dan pelajar dalam mengakses bacaan, belajar sastra serta budaya. 


Klub baca tersebut dinamai Anak-Anak Gregor Samsa. Di  sini ini anak-anak mulai berkenalan, bermain-main dengan buku-buku dan teks yang ada.Tak lupa ayah satu anak itu juga membawa KBBI, peta, dan ensiklopedia untuk menjelaskan kepada anak-anak tentang pengetahuan yang mereka temui di dalam buku. Sehingga, aktivitas membaca juga sebagai pintu masuk untuk berjumpa dengan khasanah lain melalui peta, kamus dan lain-lain.

Pemberdayaan ekonomi 

Namun kiprah Heri tidak berhenti di situ. Selain mengenalkan kegemaran membaca buku, maka  dua bulan sekali, Heri juga mengadakan seminar dan pelatihan penulisan cerita pendek dan pengolahan atau  daur ulang sampah dari bahan-bahan plastik  untuk dijadikan cenderamata atau souvenir.

Dengan keterampilan tersebut, mereka mampu membuat tas, topi, dan lain-lain. Berkat hasil kerajinan ini, dalam sebulan Heri bisa mengumpulkan omzet Rp 10 juta. Bahkan, di saat-saat tertentu, seperti akhir tahun, omzet bisa mencapai Rp 20 juta. Padahal pemasarannya masih di sekitar Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Sasaran yang ingin dicapai Heri adalah membentuk anak-anak muda yang mandiri. Jika mereka kuat menggerakkan perekonomian rakyat kecil, maka mereka menjadi generasi penerus yang tahan banting, mampu berinovasi dan eksis di masa depan. 

Meskipun begitu, Heri menghadapi tantangan dalam mewujudkan obsesinya tersebut. Misalnya, meyakinkan para orang tua anak-anak putus sekolah tersebut bahwa kegiatan yang ia jalankan tidak dipungut biaya alias gratis. Tadinya orang tua mereka tidak mengizinkan karena takut dipungut biaya. 

Memang sebagian besar orang tua murid-muridnya bekerja sebagai petani  gurem dan buruh dengan penghasilan yang pas-pasan. Karena itu mereka tidak memiliki biaya untuk pendidikan anak-anak.

Kendala lainnya adalah rendahnya budaya membaca di masyarakat pedesaan. Di sinilah Heri menekankan pentingnya membaca untuk membuka cakrawala.

Sayangnya, tidak adanya perhatian dari Pemerintah setempat. Bahkan, Kepala Desa Meteseh bukannya menentang adanya perpustakaan yang digagas Heri dan kawan-kawan. Mereka curiga pemuda itu memiliki motif- motif tertentu di balik kegiatan sosial yang dilakukannya.

Semua kendala itu tidak menyurutkan langkah Heri. Ternyata justru ada pihak-pihak yang mengulurkan bantuan. Salah satunya adalah Astra.



Rabu, 13 September 2023

Kafe Tante Thea, Nostalgia Zaman Belanda

Tante Thea (dok.pri)

 Depok lama merupakan pemukiman Belanda Depok. Banyak rumah kuno dengan arsitektur Eropa masih eksis di sini. Keturunan mereka memiliki nama famili yang cukup dikenal. Di antaranya adalah Jacob dan Jonathan.

Di tengah booming berdirinya kafe-kafe, kawasan Depok juga bergeliat dengan kafe-kafe dan restoran baru. Belakangan, tren ini juga melanda penduduk keturunan Belanda Depok. Beberapa rumah peninggalan yang antik, dimodifikasi menjadi cafe apik dan menarik. 

Salah satu kafe yang cukup menarik adalah kafe Tante Thea. Lokasinya ada di jalan Sumur Batu no. 10. Bisa diakses dari jalan di samping RS Hermina, lalu belok ke jalan Nusa Indah, terus saja sampai ketemu perempatan kecil, di mana ada rumah yang merangkap kafe Tante Thea. Bisa juga diakses dari jalan Siliwangi, setelah RS Hermina dan pom bensin, ada jalan ke kiri, lanjut saja langsung ketemu tempatnya.

Kafe Tante Thea dari depan (dok.pri)

Masuk dari gerbang, ada parkiran yang lumayan luas untuk beberapa mobil dan motor. Di dekat pintu depan, terdapat sebuah sepeda ontel sebagai pajangan. Masuk saja ke pintu yang tertutup, kita akan mendapati ruangan tempat barista meracik kopi. Ada dua perangkat meja kursi juga untuk tamu.

Kalau datang dengan rombongan yang berjumlah sekitar 20 orang, bisa masuk ruangan dalam. Ruangan terbuka yang menghadap belakang, juga merupakan jalan alternatif ke halaman belakang. Karena itu, ruangan ini sering digunakan untuk pertemuan atau rapat lembaga. Mereka yang mencari suasana yang berbeda. 

Halaman belakang (dok.pri)

Ada beberapa hidangan khas Belanda Depok. Misalnya bitterballen, klappertaart, dan salad buah. Saya mencicipi kopi yang sangat enak di sini, dinikmati dengan klappertaart yang lezat. Ini sudah cukup mengenyangkan perut saya. Sedangkan teman-teman yang masih lapar, memesan menu berat seperti nasi goreng tom yam. 

Klappertaart (dok.pri)

Tante Thea, dari fam Jonathan , kerap diminta bercerita tentang sejarah Depok. Ya, dia lahir sebelum Indonesia merdeka. Meskipun keturunan Belanda Depok, Tante Thea fasih berbahasa Sunda. Ingatan dia cukup tajam, mengisahkan apa yang terjadi pada zaman dahulu. Pada usia yang sudah 85 tahun, Tante Thea masih kelihatan sehat dan kuat. 

Dalam mengelola kafe, Tante Thea dibantu anak dan keponakan. Mereka mempelajari resep yang diberikan Tante Thea. Di bawah bimbingan beliau, maka cita rasa makanan khas Belanda Depok bisa dipertahankan. 

Banyak orang yang betah berlama-lama di tempat ini, karena suasananya tenang dan nyaman. Apalagi dengan pelayanan ramah dari keluarga Jonathan ini. 

Tante Thea sedang bercerita (dok.pri)

#kafe
#depok



Senin, 11 September 2023

Amilia Agustin, Pioneer Sampah dari Bandung

 

Amilia Agustin (dok.tokohinspirasi.id)

Tahu gak, kalau saya sedang di jalan, sering melihat betapa mudahnya anak-anak remaja membuang sampah. Setelah mereka jajan, sampah jajanan tersebut dilempar seenaknya ke jalan raya, parit, atau sungai. Kadang saya mencoba menegur, tapi tidak digubris, bahkan ditanggapi dengan cengengesan. 

Sungguh seperti embun di padang gersang ketika mendengar ada remaja yang sangat peduli terhadap lingkungan. Dia berusaha meminimalisir sampah di lingkungan sekolah. Seorang gadis remaja yang melawan arus, lebih memilih menyelamatkan alam daripada bersenang-senang sebagaimana remaja lainnya.

Dia adalah Amilia Agustin, 13 tahun lalu Amilia masih seorang pelajar sebuah SMP di Bandung. Hati gadis ini terketuk melihat seorang bapak tua mencuci tangan tak jauh dari  gerobak sampah yang dibawanya.

 Amilia berpikir, jangan-jangan sampah itu berasal dari sekolahnya. "Kalau si bapak sakit, nanti kita kena dosanya". 

Pikiran itu menggelisahkan Amilia sehingga ia menceritakan hal itu kepada guru biologi dan pembimbing ekstrakurikuler KIR. Namanya ibu Nia. Lalu sang guru menyarankan gadis itu untuk datang ke Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi (YPBB) yang bergerak di bidang pengomposan dan pemilahan sampah. Sejak itulah Ami dan teman-temannya rutin belajar di YPBB. Kemudian mereka terinspirasi  untuk membuat tempat pemilahan sampah organik dan anorganik.

"Pada 2008, kami bikin di tiap kelas kardus-kardus untuk mewadahi sampah organik dan non-organik," cerita Amilia.

Sayang ide tersebut tidak mendapatkan sambutan yang positif. Bahkan gagasan menjadikan kardus sebagai tempat sampah dihina dan direndahkan. Beberapa guru menganggap kardus itu tidak estetik. Karena itu Amilia dan rekan-rekan melapisinya dengan kertas kado. Itupun masih tidak mulus karena siswa laki-laki senang menendang kardus tersebut.

Pengalaman pahit itu membuat Ami dan teman-temannya menyadari bahwa kampanye pemilahan sampah akan sangat berat jika hanya dilakukan segelintir orang. Kemudian Ami punya ide untuk mengampanyekan masalah ini saat Masa Orientasi Sekolah (MOS) di sekolahnya.

Akhirnya , Ami dan teman-temannya membentuk ekstrakurikuler subdivisi KIR yang berkegiatan di bidang pengelolaan sampah di sekolah. Subdivisi itu dinamai 'Sekolah Bebas Sampah' atau 'Go to Zerowaste School'. Anggota subdivisi itu itu perlahan bertambah hingga berjumlah 10 orang.

Ami dan teman-temannya mencari cara untuk 'menyulap' sampah- sampah yang mereka kumpulkan menjadi sesuatu yang bisa digunakan.  Ami teringat seorang teman yang tinggal tak jauh dari sekolah, berasal dari keluarga kurang mampu. Dari kondisi itu, Ami mencetuskan sebuah ide untuk memberdayakan ibu temannya itu untuk mendaur ulang sampah.

Mereka mengajak ibu-ibu itu untuk membuat tas dengan bahan dasar sampah bungkus kopi. Ami juga mengajak mereka untuk mengenalkan produk-produk daur ulang itu saat pembagian rapor dengan cara membuka stan.

Demikianlah semua upaya yang dilakukan Ami dan teman-temannya sejak awal telah menggugah Ibu Nia untuk mendaftarkan mereka dalam kompetisi SATU Indonesia Awards 2010 di bidang lingkungan. Ami menyetujuinya, namun dia mengira itu hanya kompetisi antar anak sekolah yang sudah biasa digelar.

Sampai akhirnya Amilia mendapat undangan ke Jakarta sebagai  kandidat Penerima SATU Indonesia Awards 2010. Pada saat itu Amilia mengira kandidat lain peraih penghargaan itu adalah anak-anak seusianya, namun ternyata dia menjadi kandidat termuda. Saat itu usianya masih 14 tahun.

Ami berhasil terpilih menjadi pemenang Satu Indonesia, penerima Astra Award di bidang lingkungan, serta mencatatkan peraih termuda dalam ajang tersebut. Hebatnya lagi, Ami tak ingin menyia-nyiakan sejumlah dana yang didapat dari penghargaan Dia memanfaatkannya dengan membeli mesin jahit untuk digunakan para ibu yang bekerja mendaur ulang sampah.

Upaya menanggulangi sampah tetap konsisten dilakukan dimana pun Amilia Agustin berada. Bahkan sampai di tempat dia kuliah, Universitas Udayana Bali. Dia mengajak masyarakat di sana untuk memerangi sampah.

Kini Amilia Agustin telah menjadi sarjana dengan predikat cumlaude. Luar biasa, gadis ini layak disebut Pioneer sampah. Dia berhasil memengaruhi orang lain untuk memerangi dan menanggulangi sampah.

Amilia Agustin sekarang (dok.tokohinspirasi.id)





Sabtu, 09 September 2023

Ngopi di Jacob Huis

 

Jacob Huis (dok.pri)

Baru tahu ada kedai kopi yang asyik di kawasan Depok Lama. Meskipun lokasinya tidak menyolok, tetapi sebetulnya hanya beberapa puluh meter dari jalan Kartini. Ini sih jalan yang dahulu sering saya lewati ketika masih kecil.

Kafe yang sifatnya homey memang sudah trendi di mana-mana. Nah, Jacob Huis tersebut adalah salah satu rumah tinggal keluarga Jacob. Perlu diketahui, Jacob adalah nama famili atau nama keluarga yang merupakan keturunan dari Belanda Depok. Soal Belanda Depok, bisa dicari di Google ya. Di sini saya mau cerita tentang kedai kopi saja. 

Dengan dominasi cat berwarna putih, memberikan kesan anggun dan cantik. Dari luar, kafe Jacob Huis tampaknya tidak besar, tetapi kalau sudah masuk, maka ada beberapa tempat yang bisa dijadikan pilihan untuk nongkrong bareng teman-teman.

Untuk outdoor, di bagian depan ada tempat di pojokan, persis di balik pagar, di bawah pohon jambu air yang rindang. Jadi, cukup teduh dan fresh dengan angin semilir. Biasanya ngopi sambil merokok buat sekelompok anak muda.

Di outdoor (dok.pri)

Selain itu ada teras rumah yang juga teduh karena ada beberapa pohon yang menaunginya. Oh ya, rumah ini menghadap Barat, kalau kita masuk dari gerbang, kita justru berada di samping rumah. Tapi pintu masuk ke dalam ada di situ.

 Ada ruangan yang kecil, sedang dan agak besar. Ruangan yang agak besar terdapat seperangkat meja kursi. Meja ukuran panjang terbuat dari kayu. Ruangan ini tersambung dengan ruangan barista yang meracik kopi. 

Salah satu ruangan (dok.pri)

Hal yang menarik, terdapat foto-foto jadul yang memperlihatkan suasana Depok pada zaman Belanda. Termasuk foto-foto rumah keluarga Jacob Huis yang masih tampak antik. Foto-foto itu tergantung di dinding bersama beberapa benda antik. 

Salah satu baristanya, seorang gadis yang ternyata pandai membuat hiasan gambar pada toping kopi dengan susu. Dialah yang membawakan kopi-kopi yang telah siap kepada kami, penikmat kopi. Oh ya, kopi-kopi di sini semua jenis Arabika dari Jawa Barat. 

Ngopi (dok.pri)