Jumat, 20 Januari 2023

Melongok Vihara 1000 Patung di Tanjung Pinang

Dari depan (dok.pri)

Sudah pernah ke Tanjung Pinang? Di sini ada banyak vihara lho. Mungkin banyak yang belum tahu, pulau Bintan, Kepulauan Riau,juga memiliki julukan pulau seribu vihara. Di Tanjung Pinang yang merupakan ibukota Kepulauan Riau, ada beberapa vihara yang luar biasa. Vihara terbaru adalah vihara 1000 patung dan menjadi ikon baru Tanjung Pinang. 

Nama asli vihara ini adalah Ksitigarbha Bodhisatta. Karena sulit untuk menyebutnya bagi masyarakat umum maka disebut saja vihara 1000 patung. Di dalam vihara ini memang terdapat 1000 patung yang terbuat dari batu granit muda. 

Vihara 1000 patung pantas menjadi ikon baru Tanjung Pinang. Baru kali ini saya melihat vihara yang megah seperti tembok besar Cina. Dari pusat kota Tanjung Pinang, meluncur 15 menit dengan kendaraan pribadi. Lokasinya ada di jalan Asia-Afrika KM 14 (kalau di sana KM = batu).

Masuk ke dalam vihara harus membeli tiket, murah kok, cuma lima ribu Rupiah per orang. Sebaiknya ke sini pagi karena cuaca cenderung panas menyengat.Maklum udara di kepulauan, biasa begini. 

Patung Budha dilihat dari atas (dok.pri)

Untuk masuk ke dalam vihara yang menyerupai benteng, harus memutari patung Budha tersebut. Pintu masuk ada di belakangnya. Benteng ini mengingatkan saya pada film-film kolosal Cina, film-film kungfu yang menggambarkan kehidupan kerajaan. Mungkin kita bisa membuat film semacam itu dengan berlokasi di vihara ini.Dari belakang, tembok besar tadi juga bisa difoto dengan sangat bagus.

Sebetulnya ada tangga batu untuk naik ke atas. Saya tadinya mau naik dan mengambil foto dari atas, tapi ternyata pintu pagar dikunci gembok. Ya sudahlah, tak boleh memaksa.

1000 patung (dok.pri)


Selanjutnya memperhatikan 1000 patung yang berjejer di balik pagar besi. Kita tidak boleh ke area mereka, cukup melihat dari balik pagar. Kuatir ada tangan-tangan nakal yang kemudian merusak patung Budha yang berbaris rapi. Mereka tidak sebesar patung Budha yang ada di depan. Besarnya hanya lebih sedikit dari manusia.

Patung-patung itu sumbangan dari para jamaat. Satu orang menyumbangkan uang untuk satu patung. Di bawah patung ada batu yang bertuliskan nama orang yang menyumbang. 

Uniknya, patung-patung ini harus dibuat oleh gadis-gadis yang belum menikah di Cina. Ini sebuah mitos yang tidak boleh dilanggar, kalau tidak akan membawa sial. Patung-patung itu kemudian dibawa menggunakan kapal laut. 1000 patung disebut juga Arahat.

Pembangunan vihara ini memakan waktu yang cukup lama. Dimulai pada tahun 2004 dan baru dibuka untuk umum pada tahun 2016. 

Dari kejauhan (dok.pri)



Kamis, 19 Januari 2023

Perlukah Latihan Siaga Bencana?

Latihan memanjat pohon dengan tali (dok.pri)

Gaes, kita harus selalu ingat kalau Indonesia tuh merupakan negeri rawan bencana. Yup, sebagai negara yang dijuluki negeri cincin api, dipenuhi gunung berapi yang bisa meletus kapan saja. Belum lagi wilayahnya dua pertiga adalah lautan yang di bawahnya ada lempengan bumi. Banjir, gempa dan tsunami seolah menjadi langganan rakyat Indonesia.

Coba kita perhatikan, dalam beberapa bulan pasti ada saja bencana alam yang terjadi. Sayangnya masyarakat tidak pernah siap menghadapi hal ini. Padahal sudah sering diberitakan oleh berbagai media massa dan media sosial. Pemerintah pun kerap mengingatkan berulang kali. Kok seperti masuk telinga kiri keluar telinga kanan.

Nah, untuk yang memiliki kesadaran dan kecerdasan, apakah pantas berdiam diri? Sepatutnya kita memaksimalkan kemampuan untuk mengantisipasi terjadinya bencana alam. Misalnya dengan mengikuti mitigasi bencana alam.

Pada bulan lalu sebelum berakhirnya tahun 2022, saya mengikuti pelatihan Jurnalis siaga bencana yang diadakan oleh DMC (Disaster management center Dompet Duafa). Pelatihan di tepi sungai Cisadane, Sukabumi selama dua hari. 

Dari markas DMC di Pondok Ranji, kami meluncur ke area perkemahan di tepi sungai Cisadane. Sungai ini terlihat jinak karena beberapa hari tidak turun hujan. Padahal kalau hujan deras terus menerus, bakal membanjiri kota Tangerang. 

Area kemping di tepi sungai Cisadane (dok.pri)

Ternyata cuaca cerah berubah mendung, hujan mulai turun meski tidak lebat. Hari pertama ini kami belajar membuat simpul tali yang digunakan untuk menolong korban bencana alam.  Setelah itu mengenali pohon-pohon yang bisa dijadikan tonggak untuk mengikat tali. Supaya aman dan kuat, tali diikat ke dua pohon.

Kami juga dilatih untuk membawa korban bencana alam melewati sungai Cisadane, dengan tali yang sudah dipasang pengait dobel. Korban diletakkan di tandu yang kemudian dikerek dengan menggunakan tali. Selain itu, latihan juga menaiki pohon tinggi dengan menggunakan tali, ternyata ini sangat berat. Hanya tiga orang yang mampu sampai ke atas.

Tali untuk membawa korban melintasi sungai (dok.pri)


Malam hari, diisi dengan penjelasan melalui teori dan contoh.  Penyelematan korban, tidak hanya untuk bencana alam, tapi juga bila kita melihat kecelakaan di jalan. 

Esok paginya setelah sarapan dan senam, kamu latihan melakukan pertolongan kepada korban yang hanyut di sungai. Alat yang diandalkan adalah tali dan ban atau benda yang bisa mengapung. Baru tahu kalau kita tidak boleh cepat-cepat menceburkan diri ke sungai, karena justru bisa menjadi korban berikutnya. 

Kita harus prediksi dahulu kecepatan korban hanyut. Lalu lari di pinggir sungai sambil mengikuti korban sambil mengingatkan agar siap diberi pertolongan. Setelah tali dan ban dilempar dan tertangkap korban, baru kita menghampiri dengan berenang. 



Kegiatan ditutup dengan melakukan arung jeram. Seru dan menegangkan karena yang memegang kendali perahu karet sengaja nge-prank kami agar terbentur bebatuan atau basah terciprat air.