Jumat, 28 Desember 2018

Menolak Tua Bersama Slank



Grup Slank memang nggak ada matinya. Begitulah kenyataan yang diperlihatkan oleh musisi yang sudah kampiun di bidangnya ini. Setidaknya, sesuai benar dengan slogan yang tertulis di drum milik Slank.

Tak terasa, usia Slank sudah 35 tahun, selama itu mewarnai dunia musik di Indonesia. Slank mempunyai penggemar yang fanatik dengan julukan Slankers. Musisi yang bisa menandingi hanya legendaris Iwan Fals, yang memiliki penggemar dengan sebutan OI.

Pada peringatan 35 tahun usia Slank tersebut, band ini menggelar konser di GBK (stadion Gelora Bung Karno) pada hari Minggu, tanggal 23 Desember 2018. Jelas, konser ini dibanjiri para penggemar dari seluruh Indonesia.



Tiket konser Slank dijual secara online. Untuk kelas festival, saya mendapat informasi dari sepasang suami istri di dekat saya, mereka membayar 150 ribu untuk dua orang. Saya sendiri, kebetulan mendapat undangan dari salah satu brand.

Konser sejatinya dimulai pukul delapan malam. Tapi para penggemar telah berdatangan sejak sore hari. Terutama mereka yang berasal dari luar kota. Spanduk yang terbaca oleh saya adalah Slankers dari Indramayu, Cirebon, Brebes, Semarang dll.

Saya sendiri masuk ke dalam stadion menjelang Isya. Maklum, makan dan sholat Maghrib dulu di FX Sudirman, sekaligus mengambil tiket yang dijanjikan. Ternyata beberapa teman memberi informasi bahwa mereka sudah ada di dalam.

Antrian masuk cukup panjang. Pemeriksaan ketak karena menghindari masuknya senjata tajam dan semacamnya. Untunglah perempuan memiliki antrian tersendiri. Di dalam stadion nyaris penuh.



Saya mengambil tempat tak jauh dari depan panggung, mencari sandaran pada pagar besi. Banyak penonton di balkon yang menghadap panggung. Ada pula kursi khusus VIP. Tapi sebenarnya lebih enak di tempat saya karena tidak jauh dari panggung.

Konser agak molor, sekitar setengah sembilan baru dimulai.  Ketika Slank mulai menyapa, penonton menyambut dengan gempita. Konser dimulai dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia raya.



Beberapa lagu Slank membuat penonton berjingkrak jingkrak. Saya menyaksikan euforia mereka dari dekat. Ada pria yang meloncat loncat sendiri, sementara kekasihnya menonton tingkah lakunya.

Ketika suasana semakin panas, sebagian penonton yang berada di balkon nekad meloncat turun. Mereka menyerbu ke depan panggung. Untunglah tidak sampai terjadi kerusuhan.

Tak terkecuali tua dan muda menikmati lagu-lagu Slank. bahkan saya melihat beberapa  gadis berjilbab tak malu-malu ikut berjingkrak jingkrak. Mereka juga nyaris menerobos ke depan panggung.

Slank memang luar biasa. Ia tetap berhasil memukau penggemarnya meski lagu lagu yang dibawakannya adalah lagu-lagu lama. Slank memang nggak ada matinya. Saya menolak tua bersama Slank.

Senin, 17 Desember 2018

Gebrakan Mineski, Menuju Kejayaan Industri Esports Lokal



Kamu suka game online? Begitu banyak game online yang sangat digemari di Indonesia. Saat ini yang paling terkenal adalah mobile legend. Kalau beneran suka game online, kamu pasti bakalan suka dengan kabar ini.Kamu bisa ikut membangun industri game yang semakin marak di seluruh dunia.

Nah, saya mau cerita tentang Mineski, salah satu organisasi esports terbesar di Asia Tenggara. Mineski telah merambah ke Indonesia dengan misi membawa ekosistem esports Indonesia ke tahap selanjutnya. Ini berarti membuka kesempatan yang luas bagi para peminat esports melalui kompetisi, infrastruktur dan dukungan para gamers.

Saat ini Mineski telah memiliki tiga cabang bisnis utama, Mineski Infinity, MET dan Mineski Professional Team. Organisasi esports ini berkembang di empat negara, Malaysia, Thailand, Filipina dan Indonesia. Dengan berbagai inovasi, mengalami kemajuan yang pesat. Mineski mengusung nilai "malasakit', istilah dalam budaya Filipina yang menjunjung tinggi profesionalitas.

Pertama kali beroperasi di Indonesia pada tahun 2017. Berhasil sukses dengan Mineski Infonity (cybercafe) dan MET Event, Mineski Indonesia merambah ke bidang Talent Management dengan mendirikan MET Entertainment yang akan menayangkan konten-konten menarik seputar esports. Mineski juga melatih dan memfasilitasi gamer untuk bertarung di kancah internasional.

Hal ini menjawab tantangan perkembangan industri game yang begitu cepat berkembang di Indonesia. Menurut Newzoo 2017, Indonesia di peringkat 16 dari daftar negara dengan pasar game terbesar. Ada sekitar 43 juta gamers si Indonesia. Total pendapatan dari industri ini mencapai 879 juta Dolar AS. Diperkirakan bakal meraup 180 Milyar $ AS di tahun 2021 nanti.

"Melihat potensi industri esports Indonesia, kami melakukan investasi agresif dalam beberapa tahun ke depan untuk mempercepat pertumbuhan esports. Dengan begitu kita dapat mengejar negara-negara lain yang telah mapan," kata Agustian Hwang, Country Manager MET Indonesia pada acara launching MET di hotel Pullman Jakarta Central Park, beberapa hari yang lalu.



Untuk itu, rencana MET menyelenggarakan event-event raksasa di Indonesia. Antara lain, Garuda Cup, Indonesia Professional Gaming League, dan Jakarta Masters  Tahun depan (2019), MET akan mengadakan dua event ini di dua negara, salah satunya adalah Indonesia.

Walau begitu, Mineski menjalin kemitraan dengan menciptakan ekosistem esports yang tak terbatas. Mineski telah bekerja sama dengan Telkomsel, Tencent, Go-jek dan Tokopedia. Hal ini diharapkan akan mampu menghadirkan pengalaman terbaik untuk seluruh gamers dan esports enthusiasts di seluruh Indonesia.

Di Asia Tenggara, kiprah Mineski memberikan dukungan kepada tim gaming professional untuk berkembang menjadi raksasa.  Hal itulah yang akan diterapkan pula di Indonesia. Tim esports terbaik seperti League of Legends, CS:GO dan DOTA2. Karena itu Mineski mendapat julukan  sebagai tim esports primer di kancah internasional.

Selain cybercafe, Mineski Indonesia juga memiliki MET yang terdiri dari dua lini produk utama, yaitu MET events dan MET Entertainment. MET Events telah memproduksi lebih dari 20 event esports berskala nasional dan internasional. Bahkan Mineski TV Indonesia telah menayangkan lebih dari 500 jam konten live streaming.

MET Entertainment berusaha mendukung para talenta muda yang memiliki potensi untuk berkembang di dunia esports. Dengan Talent Management, berfokus membina dan mengasah bakat para talenta agar dapat berkembang dan sejajar dengan talent esports internasional. Kalau kamu merasa mempunyai bakat ini, gabung saja dengan MET.

Selasa, 04 Desember 2018

Panjat Tebing Gunung Parang Purwakarta, Untuk Kesehatan Jiwa dan Raga



Beberapa waktu yang lalu, saya mengikuti ajakan teman baru di sebuah grup backpacker, yaitu panjat tebing ke gunung Parang, Purwakarta via Feratta. Saya merasa tertantang, padahal waktunya terlalu mepet, hanya dua hari untuk persiapan.

Ini sebetulnya ide gila dan penuh resiko. Sebab, sudah puluhan tahun saya tidak melakukan olahraga pajat tebing dan terakhir naik gunung adalah November tahun lalu. Tapi saya menantang diri sendiri, apakah saya masih sanggup melakukannya dalam usia sekarang dan berat badan yang sudah bertambah banyak.

Akhirnya saya nekad juga, bergabung dengan temanteman baru yang juga tertarik dengan ajakan tersebut. Meeting point di Cililitan, ada tiga mobil disediakan, kami sharing cost masing-masing RP 80.000,-

Berhubung baru berangkat jam 9 pagi, ditambah macet di tol Cikampek, kami baru tiba di kaki gunung sekitar pukul satu siang. Setelah istirahat minum dan makan sekedarnya, kami mengenakan peralatan dan mulai naik pukul dua siang.

Waduh, menuju titik tolak panjat tebing saja, terasa sangat berat, tebingnya curam sehingga kaki yang telah menua ini mulai gemetar. Untunglah sanga pemandu begitu sabar menunggu dan memberi semangat. Sudah bisa diduga bahwa saya berjalan paling belakang.

Maklum, temanteman yang lain sebagian besar masih muda, mereka sepantaran keponakan saya dengan usia di bawah 30 tahun. Tapi ada juga dua wanita yang sebaya dengan saya, dan dua bapak yang lebih tua. Hanya saja mereka telah rajin naik gunung minimal sebulan sekali.

Panjat tebing dimulai, saya melihat batang-batang besi tersusun rapi menuju ke atas. Batang besi ini tempat berpijak sekaligus memanjat. Untuk safetynya, kami harus menautkan tali ke batang besi dan tambang di sisi kiri satu persatu sebelum memanjat satu pijakan.



Uhh, rasanya sangat berat. Saya sempat berpikir, untuk apa saya berada di sini. Saya memberi motivasi bahwa saya masih bisa melakukannya. Kalau yang ini bisa, tentu hal lain juga masih bisa. Maka saya membulatkan tekad untuk terus mendaki.

Mulanya agak mual juga perut ini karena tertekan pada saat mendaki vertikal. Saya minta permen dari teman untuk menghilangkan mual. Setelah itu melanjutkan pendakian.  Beberapa kali kami berhenti untuk mengambil spot foto di tempat yang strategis dan menantang.

Teman yang memegang kamera adalah si pemandu dan satu teman lagi, pemuda yang sudah biasa naik gunung. Ia bahkan membawa tongsis tanpa canggung dan teteap bisa mendaki sambil memegang benda itu.

Untunglah kami tidak memanjat sampai puncak, yang tingginya sekitar 900 meter. Saya tidak akan sanggup. Mayoritas memutuskan hanya setengahnya saja. Kami lalu merambat di tebing dan mengambil beberapa foto sebelum turun.

Akhirnya saya berhasil turun dengan susah payah, maklum paha dan betis sudah terasa sangat berat dan sakit. Itulah akibatnya kalau melakukan panjat tebing tanpa pemanasan sama sekali. Tapi ini merupakan pengalaman yang tak terlupakan.

Setelah makan malan di daerah Plered, kami pun kembali ke Jakarta. Kaki saya masih lunglai ketika naik commuter line menuju Bogor. Duh, bakal butuh waktu lama untuk memulihkannya. Tapi tak mengapa, saya berhasil membuktikan bahwa saya mampu jika saya mau.


Dago Dream Park, Tempat yang Cocok Untuk Refreshing



Bandung mempunyai banyak tempat wisata yang disukai oleh orang Jakarta. Kota ini seakan pelarian dari kepenatan rutinitas dan kesibukan kerja di ibukota. Karena itu jenis wisata pun selalu bertumbuh di seluruh penjuru Bandung.

Minggu lalu saya mengayunkan langkah ke Dago Dream Park, yang berada di Dago atas. Sekitar setengah jam dari pusat kota dengan kendaraan pribadi. Kebetulan saya menggunakan jasa grabcar yang juga sangat mudah ditemukan.



Untuk masuk ke area Dago Dream Park, kita harus embayar tiket masuk sebesar Rp 20.000,- Namun jika ingin selfie dengan beberapa hotspot, harus membayar lagi. Misalnya berfoto di atas gondola atau karpet terbang. Biasanya diminati oleh golongan millenials.

Saya tidak tertarik pada hot spot semacam itu, sudah terlalu main stream. Maka saya lebih suka mengelilingi kawasan Dago Dream Park ini. cukup melelahkan, karena lokasinya yang naik turun bukit. Ada area bermain yang terletak di bawah dan ada yang di atas.

Usia memang tak bisa dibohongi, saya tak sanggup menjelajahi seluruh area Dago Dream Park. Saya hanya menikmati yang dekat-dekat saja, tidak perlu mendaki terlalu jauh. Itu pun sudah bagus untuk mengambil foto selfie yang cantik.

Mushola yang terbuat dari kayu  pun bagus untuk berfoto. Kemudian juga restoran-restoran yang bergaya tradisional dan antik. bahkan juga di antara pepohonan yang tinggi menjulang dan dedaunan yang rimbun.




Bertemu Vlogger dan Youtuber Idola, Drew Binsky



Ada satu orang traveller yang juga vlogger dan youtuber yang saya idolakan yaitu Drew Binsky. Dia sudah sangat terkenal di seluruh dunia. Saya menjadi follower setia di facebook dan senang menonton video-videonya.

Tanpa disangka, dalam salah satu unggahan di facebook, saya membaca bahwa ia akan datang ke Jakarta, tanggal 1 Desember 2018. Wah ini kesempatan emas untuk bertemu doi. Apalagi dibuka kesempatan masuk ke dalam grup chat WA milik Drew Binsky. Tanpa banyak pertimbangan, saya langsung bergabung.

Beberapa hari menjelang kedatangannya, ia mengabarkan bahwa jadual berubah maju. Ia mengajak berkumpul pada tanggal 29 November. Waduh, padahal hari itu program saya adalah ke Bandung. Saya mengajukan usul agar dimajukan menjadi hari Rabu, tanggal 28 November. Usulan ini disetujui oleh Drew Binsky dan diterima teman-teman lain.

Sebenarnya Rabu malam saya ada acara blogger di kawasan Jakarta Timur. Namun karena acara itu ngaret, saya pun kabur agar bisa menemui Drew Binsky. Kapan lagi mendapat kesempatan serupa, ia belum tentu datang ke Jakarta lagi dalam waktu singkat.

Memang inilah pertama kalinya Drew Binsky datang ke Jakarta. Biasanya ia datang ke Bali, sebagaimana turis yang lain. Drew akhirnya tertarik melihat ibukota Indonesia ini. Dia ingin tahu lebih banyak mengenai Jakarta.



Saya pun meluncur ke tempat pertemuan di sebuah cafe, di kawasan Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Saya datang terlambat beberapa menit. Drew Binsky sudah datang dan dikerumuni teman-teman. Saya pun segera bergabung dengan mereka.

Sambil bergurau, kami berdiskusi dengan Drew Binsky. Ia mempersilakan siapa saja yang ingin bertanya tentang semua kegiatannya.  Tentu saja percakapan ini dalam bahasa Inggris. Drew adalah orang Amerika keturunan Yahudi, yang saat ini tinggal di Bangkok, Thailand.

Hal yang membuat saya simpati kepada Drew adalah, dia respect terhadap Islam dan menghormati kaum muslim. Dalam salah satu videonya ia menjelaskan bahwa masa kecilnya dipenuhi informasi tidak benar mengenai orang Islam yang dikatakan teroris.

Setelah Drew mengenal kaum muslim, justru kenyataan yang didapati adalah sebaliknya. Ia menyukai orang-orang Islam dengan karakternya yang ramah, terbuka dan suka menolong. Oh, ya. Drew juga menggalang dana dari para followersnya untuk menyumbang bencana gempa di Palu dan Donggala.

Dalam pertemuan malam itu, Drew juga tak lupa merekam pembicaraan kami. Salah satunya adalah  dimana kami menyambut kedatangannya dengan berteriak 'Welcome to Jakarta'. Dan kami tertawa gembira.

Selanjutnya dimanfaatkan untuk foto bersama. Kami bergantian bertanya dan berfoto bersama Drew Binsky. Saya juga kebagian untuk mengabadikan momen tersebut. Seorang teman baru membantu saya menjepret kami berdua.

Ketika saya posting di instagram, beberapa teman yang mengenali Drew Binsky menjadi kaget. Mereka tidak tahu sama sekali tentang kedatangan Drew Binsky ke Jakarta. Sudahlah, itu memang bukan rejeki mereka hehe.