Selasa, 10 Desember 2019

Sampai Dimana Batas Kiprah Perempuan?


Sebuah pertanyaan yang selalu menarik untuk disimak, sampai dimana batas kiprah seorang perempuan? Jawaban untuk pertanyaan semacam ini sering menimbulkan pro dan kontra. Hal ini disebabkan perbedaan wawasan pada masyarakat, baik yang tradisional maupun modern.

Seperti halnya yang pernah saya alami ketika mula-mula bekerja sebagai wartawan. Para tetangga (terutama emak-emak) membicarakan saya yang selalu pulang larut malam. Pada saat itu perempuan yang pulang malam masih berkonotasi negatif. Tetapi gosip mereka terhenti berkat tetangga laki-laki yang juga wartawan senior. Dia bersaksi bahwa saya berprofesi sebagai wartawan.

Tidak semua anggota masyarakat bisa mengerti akan hal ini. Terutama bagi yang kurang pengetahuan. Apalagi jika mereka masih menganut budaya patriarki, yang membuat perbedaan antara pekerjaan perempuan dan laki-laki. Padahal sejatinya pekerjaan tidak mengenal gender.

Dalam acara diskusi Viva Talk bertajuk Perempuan Berdaya Indonesia Maju, terungkap bahwa masih saja ada bias gender dalam kehidupan masyarakat yang membuat kaum perempuan terbatas dalam memaksimalkan potensi diri. Padahal potensi perempuan untuk kemajuan bangsa, sangat tinggi.

Hadir dalam acara diskusi tersebut antara lain; Bapak Henky Hendranantha (COO Viva Network). Bapak Henky selaku tuan rumah dan penyelenggara, membuka acara diskusi ini. Menurut dia, ini merupakan rangkaian acara menuju peringatan Hari Ibu 22 Desember 2019.



Sedangkan sebagai narasumber adalah Indra Gunawan, Deputi Bidang Partisipasi Masyarakat,mewakili ibu Menteri yang berhalangan hadir. Lalu Eko Bambang Sudiantoro, Chief of Research at PolMark dan Aliansi Laki-laki Baru. Kemudian ada Dr. Sri Danti Anwar, pakar gender dan Diajeng Lestari, founder Hijup.



Eko Bambang Sudiantoro menegaskan bahwa yang membedakan perempuan dan laki-laki adalah kodrat. Dan kodrat bagi perempuan hanya tiga, yaitu menstruasi, hamil dan melahirkan. Sedangkan lainnya sama dengan laki-laki.

Karena itu perempuan boleh bekerja di bidang apa saja kalau memang memiliki kemampuan yang memadai. Sebaliknya, laki-laki juga berhak dan wajib membantu perempuan dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga.

Tidak dapat dipungkiri, masih banyak orang yang memandang bahwa pekerjaan rumah tangga adalah pekerjaan perempuan. Dan mereka memandang sinis perempuan yang berkarir. Kalau ada perempuan yang tinggal di lingkungan seperti ini, ada baiknya pindah jika ingin sukses meraih cita-cita.

Sedangkan menurut Sri Danti Anwar, sebetulnya dunia semakin terbuka terhadap persamaan gender. Sekarang semakin banyak yang menerapkan bahwa laki-laki dan perempuan berbagi tugas yang sama.

Sebagai contoh, jika suami sedang tidak mempunyai pekerjaan karena perampingan karyawan, istrinya bisa mengambil alih sebagai pencari nafkah. Sang suami bertukar mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Tetapi tentu saja, hal ini hanya bisa dilakukan jika suami atau laki-laki dalam keluarga mendukung peralihan fungsi tersebut.

Dewasa ini perempuan mencapai kemajuan yang tinggi, setara dengan laki-laki baik dalam menempuh pendidikan maupun karir. Banyak perempuan yang menjadi pemimpin, pengusaha, ilmuwan dsb. Karena itu harus dimanfaatkan kaum perempuan untuk memajukan bangsa dan negara.



Salah satu perempuan yang sukses adalah Diajeng Lestari, yang membuka usaha di bidang fashion. Dengan Hijup ia berhasil mengeksplorasi bakatnya untuk busana muslim yang sangat digemari. Peluang bisnis semacam ini sangat terbuka bagi perempuan, sebab bisa dikerjakan di rumah dengan memanfaatkan teknologi digital.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar