Jumat, 20 Desember 2019

Pemprov Aceh Tingkatkan Pariwisata Melalui Aceh Meusapat




Provinsi Aceh merupakan provinsi paling Barat di negeri Nusantara ini. Berbatasan dengan Malaysia dan juga dekat Singapura tetapi Aceh tertinggal dalam bidang pariwisata dibandingkan dengan beberapa daerah di pulau Jawa.

Padahal, Aceh memiliki banyak potensi wisata, baik dari kekayaan alam maupun budaya. Apalagi dengan wilayah yang luas.
Menyadari akan hal itu, Pemprov Aceh  bertekad akan lebih fokus membangun Sektor Pariwisata mulai tahun 2020. Untuk itu, Aceh tidak segan belajar dari daerah lain.

15 program unggulan yang saat ini tengah dikembangkan Pemerintah Aceh, salah satunya adalah pembangunan sektor pariwisata yang dipadukan dengan pengembangan usaha kreatif masyarakat. Peluang usaha ini sangat menjanjikan, sebab ada banyak sekali daya tarik wisata yang dimiliki Aceh, baik itu wisata alam, wisata budaya, wisata buatan, cagar budaya, dan sebagainya.



Pada hari Sabtu, 21 Desember 2019, Pemrov Aceh menyelenggarakan forum silaturahmi Aceh Meusapat yang diisi dengan diskusi bertajuk Pengembangan Pariwisata Aceh. Dalam diskusi ini, diharapkan masukan dari masyarakat, instansi terkait serta perwakilan dari daerah yang telah berhasil mengembangkan pariwisata seperti Jogjakarta dan Banyuwangi.

"Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh mengidentifikasi, setidaknya ada 797 objek wisata serta 774 situs dan cagar budaya yang tersebar di 23 Kabupaten/kota di seluruh Aceh," ujar Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Aceh, Ir. Nova Iriansyah, MT saat membuka kegiatan Forum Silaturahmi Aceh Meusapat II, di aula kantor Badan Penghubung Pemerintah Aceh, Jakarta Pusat, Sabtu, 21 Desember 2019.



Nova menjelaskan, selain pariwisata, Aceh juga memiliki beragam seni budaya yang unik, seperti tarian, adat istiadat, sastra, seni lukis, maupun kegiatan spiritual yang begitu menarik bagi masyarakat dunia. Semua keindahan itu, ujarnya sangat mudah untuk dinikmati, karena aksesibilitas menuju tempat-tempat wisata di Aceh sangat mudah.



"Semua lokasi tujuan wisata itu dapat dikunjungi melalui jalur darat, laut, dan udara. Tersedia pula penerbangan internasional ke Aceh, seperti dari Penang, Kuala lumpur, dan juga Jeddah. Sekarang sedang dibahas rencana pembukaan jalur penerbangan baru dari Aceh ke India (Port Blair), serta rute Sabang–Phuket– Langkawi," jelas dia dihadapan ratusan undangan.



Dengan semua kemudahan itu, maka tidak heran jika jumlah wisatawan yang berkunjung ke Aceh terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2018, misalnya,kunjungan wisatawan ke Aceh mencapai 2,5 juta orang atau naik sekitar 20 persen dari tahun sebelumnya. Untuk tahun 2019 ini, kunjungan itu diperkirakan mencapai 3 juta orang.


"Terpilihnya Aceh sebagai “World’s Best Halal Cultural Destination” kian mendorong kami untuk lebih bersemangat membenahi berbagai fasilitas wisata itu. Dengan demikian, wisata Aceh mampu meraih Peringkat terbaik pada Global Muslim Travel Index (GMTI) 2020," kata dia.

Berdasarkan data Aceh Dalam Angka, sektor pariwisata rata-rata setiap tahun telah mampu memberikan kontribusi berkisar 5 % kepada PDRB Aceh. Dibanding sektor usaha lainnya, memang kontribusi pariwisata ini masih berada pada urutan ke 8 (delapan). Dengan meningkatnya perkembangan tersebut, Pemerintah Aceh yakin bahwa kontribusi sektor pariwisata bisa naik hingga ke posisi 4 (empat) besar.

Karena itu, pihaknya begitu optimis bahwa sektor pariwisara bisa menjadi salah satu penyangga perekonomian Aceh di masa depan.

"Oleh sebab itu, upaya untuk pengembangan sektor pariwisata ini harus segera ditingkatkan. Selain terus melakukan promosi dan perbaikan di berbagai bidang, tentu saja kami juga siap belajar dari pengalaman berbagai daerah yang sudah berhasil dalam mengembangkan usaha pariwisata ini," jelas dia.


 Pemerintah Aceh ingin juga belajar dari suksesnya pariwisata Bali, dan Lombok. Selain itu, Nova juga ingin belajar dari kisah sukses Kabupaten Banyuwangi yang telah mendapat penghargaan dari Badan Pariwisata PBB sebagai destinasi wisata yang mengalami perkembangan sangat pesat.

"Masukan dari para akademisi, pengelola usaha pariwisata dan para traveller juga sangat kami harapkan. Dengan demikian, upaya kita untuk mempopulerkan branding ‘The Light of Aceh’ atau ‘Cahaya Aceh’ dapat menuai hasil yang memuaskan," jelas dia.



Ada empat narasumber yang hadir dalam diskusi pengembangan pariwisata ini, masing-masing adalah orang yang kompeten di bidangnya. Antara lain Yuana R.Astuti dari Bekraf, Dicky Ardiansyah dari Traveloka, Doto Yogantoro dari Desa Wisata dan Bramuda dari Banyuwangi.



Yuana menuturkan bagaimana industri kreatif seperti UKM dapat mendukung pariwisata. Karena itu Bekraf membina UKM agar mampu berinovasi menghasilkan sesuatu yang bernilai ekonomi tinggi sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat setempat. Yuana menekankan pentingnya pihak-pihak terkait untuk saling bersinergi.



Sedangkan Dicky mengungkapkan bahwa Traveloka siap bersinergi dengan Pemprov Aceh agar wisatawan mau datang ke Aceh. Traveloka merupakan salah satu industri kreatif start up yang telah berhasil ekspansi ke tujuh negara.

Doto Yogantoro memaparkan keberhasilan pengelolaan desa wisata Pentingsari, Kendal. Desa wisata menjual adat dan budaya sehari-hari, tidak ada yang dibuat-buat, hanya memperlihatkan kehidupan mereka seperti biasa.



Turis-turis asing justru tertarik untuk tinggal di rumah penduduk, menggunakan kamar mandi sederhana dan juga membajak sawah. Mereka justru senang membayar mahal demi merasakan suasana kehidupan desa yang masih alami.

Namun desa wisata Pentingsari tidak mengeksploitasi diri. Kunjungan wisatawan dibatasi hanya 25.000 orang pertahun. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga keaslian dan keasrian desa tersebut. Karena itu, jika ingin berkunjung ke desa ini harus inden enam bulan.

Sementara Bramuda, Kadispar Banyuwangi menjelaskan bagaimana kabupaten tersebut bangkit dengan pariwisata. Dia menceritakan bahwa pada tahun 2010, Banyuwangi masih dikenal sebagai daerah santet. Stigma ini harus dihilangkan dengan menampilkan potensi Banyuwangi.

Sebenarnya, Banyuwangi memiliki tambang emas terbesar kedua setelah Freeport. Tetapi lebih memilih bidang pariwisata untuk dikembangkan, dengan pertimbangan agar lingkungan tetap terjaga. Selain itu, emas suatu saat akan habis sedangkan pariwisata akan terus berlanjut.



Saat ini 'jualan' Banyuwangi adalah kawah Ijen yang terkenal dengan Blue Fire- nya, pantai yang indah dan berbagai macam festival. Ada festival budaya, festival bertema agama dan juga musik. Semua itu dipublikasikan secara besar-besaran sehingga banyak orang berbondong-bondong datang ke Banyuwangi.

Kunci sukses Banyuwangi adalah masyarakat sebagai penggerak pariwisata. Di sisi pemerintah daerah, tidak hanya dinas pariwisata yang bertanggung jawab terhadap sukses program pariwisata, tetapi dinas yang lain juga mempunyai pengetahuan, wawasan dan pemahaman yang sama mengenai pariwisata Banyuwangi.

Setelah acara diskusi selesai, Bapak Nova Iriansyah mengunjungi Travel Mart di lobby yang menjajakan pariwisata Aceh.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar