Sabtu, 13 Oktober 2018

Ingat lho, SKM Bukanlah Susu



Susu Kental Manis atau SKM telah ada sejak puluhan tahun yang lalu. Saya ingat ketika masih kecil, ibunda memberikan segelas susu (dianggap susu) yang ternyata dari sekaleng SKM. Karena kami bukan orang kaya, segelas SKM itu menjadi sesuatu yang berharga, berharap mendapat tambahan gizi dari itu.

Untuk menghemat, segelas SKM itu diberi pula gula oleh ibunda. Padahal rasanya saja sudah manis, jadi bertambah manis. Baik ibunda atau anak-anaknya tak mengerti apa sesungguhnya SKM ini. Kami menganggapnya susu.

Ternyata beberapa tahun terakhir ini para ahli gizi menyatakan bahwa SKM bukanlah susu. Memang SKM mengandung susu tetapi dalam jumlah kecil. Sedangkan kandungan terbesarnya adalah gula, yang mencapai 60%. Karena itu SKM dikategorikan bukan susu.

Dengan kandungan gula yang demikian besar, maka SKM menjadi ancaman bagi orang yang mengkonsumsinya. Terlalu banyak gula bisa menimbulkan obesitas dan memicu diabetes. Padahal SKM ini dikonsumsi oleh sebagian besar anak-anak.

Setelah mendapat kecaman dan kritikan, produsen SKM lantas mengubah judul label dengan menghilangkan kata susu hingga menjadi Kental Manis. Tetapi itu saja belum cukup, karena produsen mengakali melalui gambar dan visualisasi yang menyesatkan.

Gambar yang disajikan menampilkan anak-anak, dengan segelas susu dan terkadang ada latar belakang binatang sapi. Dengan gambar seperti itu, tetap menimbulkan persepsi kepada masyarakat bahwa SKM adalah susu. Pantas saja masih banyak ibu-ibu di kampung yang menganggap SKM adalah susu.

Saya juga baru tahu secara persis ketika menghadiri diskusi dalam forum Blogger Kesehatan bersama BPOM dengan tema "Mengawal Kebijakan BPOM Demi wujudkan Konsumen Cerdas". Diskusi ini berlangsung hari Senin, 8 Oktober yang lalu di Upnormal Caffe kawasan Sabang, Jakarta Pusat.

Hadir dalam diskusi adalah Direktur Kesehatan Keluarga, Dirjen Kesehatan Masyarakat Kemenkes, Dr Eni Gustina MPH, peneliti dari LBH Jakarta, Pertiwi Febry dan jurnalis Tempo yang juga pengamat komunikasi serta konsultan media, Eni Saeni S.I.kom. Sebagai moderator adalah Kang Maman.

Ada peraturan yang jelas mengenai visualisasi untuk label. Namun para produsen tetap suka melakukan pelanggaran dengan menampilkan gambar anak-anak dan segelas susu. Seharusnya ada tindakan tegas untuk pelanggaran ini.

SKM memang tidak dilarang secara total. Ini dimasukkan sebagai tambahan bahan makanan atau menjadi topping jenis makanan lain seperti es campur, martabak, puding dll. Tetapi SKM tidak boleh digolongkan sebagai makanan utama seperti susu.

Masyarakat awam tetap tidak mengerti akan masalah ini. Kalau kita lihat kehidupan di perkampungan, mereka tetap mengkonsumsi kental manis ini dan dianggap susu. Kental manis ini adalah sejenis jajanan yang laris manis. Kenapa? karena harganya yang relatif terjangkau dibandingkan dengan susu asli.

Nah, soal tingkat perekonomian masyarakat menjadi salah satu faktor mengapa kental manis banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Tetapi apakah kita akan terus membiarkan hal itu terjadi?. Anak-anak boleh mengkonsumsi kental manis ini asal tidak berlebihan, cukup satu kali sehari.

Jika over dosis sampai tiga kali sehari,  anak-anak atau orang yang mengkonsumsinya akan terancam obesitas mengingat banyaknya kandungan gula dalam kental manis. Jika sudah terkena obesitas, maka lebih mudah lagi dihinggapi penyakit diabetes.

Sungguh berbahaya jika anak-anak, yang kelak menjadi generasi muda terjangkit penyakit obesitas dan diabetes. Mereka yang dalam usia produktif tidak bisa menjadi produktif, bahkan menjadi beban karena rentan dengan penyakit.

Lalu apa yang harus kita lakukan? Pertama adalah sosialisasi yang benar kepada masyarakat tentang produk kental manis ini. Kita harus menjelaskan mengapa SKM bukanlah susu. Agak sulit memang karena sebagian besar masyarakat tidak suka membaca.

Salah satu jalan terbaik untuk menyoalisasikan ini adalah melalui Posyandu yang masih berjalan hingga sekarang. Pada saat itu kaum ibu membawa anak-anaknya untuk diperiksa kesehatannya. Dokter dan pemerhati kesehatan bisa menjelaskan di saat mereka berkumpul.

Kedua, kita harus mendorong pemerintah untuk mengendalikan harga susu. Bagaimana caranya supaya harga susu murah dan terjangkau oleh golongan ekonomi menengah ke bawah. Mungkin harus ada subsidi khusus untuk pemberian susu.

Salah satu sebab harga susu mahal adalah karena kita masih mengimpornya dari luar negeri. Kalau saja pemerintah bisa mengupayakan produksi susu dalam negeri, maka hal itu akan bisa menekan harga susu agar terjangkau oleh masyarakat.

Ketiga, adalah usulan kang Maman. Mungkin perlu diberi peringatan di label kental manis seperti yang ada pada label rokok bahwa produk kental manis bisa membahayakan kesehatan. Sejauh ini belum ada tindak lanjut dari pemerintah. Kita butuh gerakan nasional guna mendorong program ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar