Minggu, 19 Januari 2020

Melangut di Benteng Vredeburg Yogyakarta


Orang Yogyakarta pasti tahu benteng Vredeburg. Letaknya sangat strategis, di dekat titik nol kota Yogya. Bersebelahan dengan pasar legendaris, Beringharjo. Jadi kalau ke titik nol Yogyakarta, banyak yang bisa didapat, Malioboro, Beringharjo, Keraton dan alun-alun serta Rumah Pintar.

Benteng Vredeburg bisa dicapai dengan berjalan kaki dari stasiun Tugu, menyusui sepanjang jalan Malioboro hingga titik nol Yogyakarta. Kalau dari tempat lain, gunakan saja Trans Yogyakarta jalur satu, berhenti tepat di halte depan benteng Vredeburg.

Saya sudah sering ke sini, suasananya enak buat menyepi. Di halaman belakang, tiupan angin membuat saya melangut, terkantuk-kantuk ingin tidur, tapi malu karena wisatawan datang dan pergi melewati saya. Di halaman tengah hingga belakang memang ada beberapa perangkat meja kursi yang dinaungi tenda sehingga banyak anak-anak muda yang memanfaatkannya.



Dahulu tempat ini sempat terbengkalai, tidak rapi dan banyak pedagang berjubel di depan benteng. Kesannya kusam dan kumuh. Setelah Pemda Yogyakarta mengedepankan pariwisatanya, maka benteng ini dibenahi dan direnovasi.

Sekarang benteng ini menampilkan jati dirinya yang megah berwibawa. Meski begitu, tiket masuk tetap murah meriah. Kalian bisa ajak semua keluarga ke sini. Setelah membeli tiket, melewati gerbang, kita akan melihat patung laki-laki dengan baju adat Yogyakarta, mengenakan blangkon.



Bagi yang ingin mempelajari sejarah, masuklah ke ruang-ruang yang menampilkan diorama sejak zaman Belanda. Lebih baik jika minta pihak museum untuk mendampingi atau ada guide lokal agar bisa menjelaskan sejarah tersebut.

Secara singkat, benteng Vredeburg ini dibangun oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I pada tahun atas1760 permintaan Belanda. Gubernur dan direktur pantai Utara waktu itu adalah Nicolaas Harting. Ia memerintahkan pembangunan benteng dengan alasan untuk menjaga keamanan keraton dan sekitarnya. Padahal maksudnya adalah untuk mengontrol dan mengawasi perkembangan yang ada di keraton.




Mulanya benteng itu hanya terbuat dari tanah dengan tiang penyangga dari batang kelapa dan enau. Sedangkan di dalamnya terbuat dari bambu dan kayu, atapnya dari dari ilalang. Ada empat sudut penjagaan yang masing-masing diberi nama oleh Sri Sultan, yaitu Jaya Wisesi (sudut Barat Laut), Jaya Purusa (sudut Timur Laut), Jaya Prakosoningprang (sudut Barat Daya) dan Jaya Prayitno (sudut tenggara).

Kemudian pada tahun 1767 di bawah perintah Gubernur Belanda, WH Van Ossenberg mulai dibuat permanen dan diganti namanya menjadi benteng Rustenberg (benteng peristirahatan).



Namun pada tahun 1867 terjadi gempa yang cukup dahsyat sehingga benteng ini rusak parah. Benteng akhirnya dibangun kembali lebih megah dengan nama benteng Vredeburg hingga sekarang.

Di halaman belakang yang luas ada rerumputan segar. Dua bangunan di kanan kiri halaman belakang tidak dibuka untuk umum. Sebagian menjadi tempat simpanan arsip.



Jika anda ingin foto selfie, sama sekali tidak dilarang, yang penting tidak merusak benda-benda milik museum. Dan jangan lupa untuk selalu menjaga kebersihan, buang sampah pada tempatnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar