Selasa, 22 Oktober 2019

Sadari Peran Perempuan Dalam Melindungi Keluarga Dari Pengaruh Buruk Gawai


Mungkin kita tidak menyadari bahwa ternyata gawai atau smartphone telah memperbudak kita dalam kehidupan sehari-hari. Bayangkan, sejak bangun tidur benda pertama yang kita raih adalah gawai. Bahkan ketika melakukan aktivitas rumah tanggapun lebih banyak diselingi dengan memegang gawai.

Gawai nyaris tidak pernah lepas dari tangan kita. Membawa gawai kemanapun kita pergi, baik ke kamar mandi, kamar tidur, hingga ruang makan. Hal itu disebabkan kita tidak ingin ketinggalan berita dari setiap media sosial yang dimiliki. Minimal, kita melihat update dari WA, Facebook, Instagram, dan Twitter.

Akibatnya, media sosial mendominasi kehidupan kita, membuat kita abai terhadap apa yang terjadi di sekitar atau di lingkungan kita. Parahnya, kitapun tak tahu apa yang sedang berlangsung pada anak-anak yang seharusnya menjadi perhatian utama.

Perempuan menjadi pengguna gawai terbesar di Indonesia, berarti termasuk para ibu. Ini sungguh memprihatinkan karena seharusnya seorang ibu memberikan perhatian terbesar kepada keluarga, terutama anak-anak. Karena terlalu fokus kepada media sosial, para ibu lalai terhadap pendidikan dan tumbuh kembang anak-anaknya.

Kami, dari blogger crony terperangah ketika mengetahui sudah demikian merasuknya pengaruh media sosial dalam kehidupan keluarga. Dalam seminar sehari Pengarusutamaan Gender yang bertajuk "Perempuan dan Media Sosial; Peran Perempuan Menghadapi Pengaruh Media Sosial Dalam Menjaga Ketahanan Keluarga", terungkap bahwa ibu-ibu muda tanpa disadari telah menjerumuskan anak-anaknya menjadi budak gawai dan terpapar berbagai efek buruk yang ada di dunia Maya.



Seminar ini dibuka oleh Ketua Dharma Wanita Kemenag, Ibu Trisna Lukman dan bertindak sebagai keynote speaker. Sedangkan Bapak Muhammadiyah Amin selalu Dirjen Bimas Islam memberikan kata sambutan. Ibu Trisna menyoroti betapa tingginya pengaruh media sosial bagi perempuan dan anak-anak.

Peran Ibu Menghadapi Pengaruh Media Sosial Dalam Pendidikan Anak

Saya menyimak apa yang dipaparkan oleh psikolog Rahmi Dahnan. Betapa seorang ibu memegang kunci penting dalam melindungi anak-anak agar tidak terpapar pengaruh buruk media sosial. Ironinya, justru kaum ibu, terutama yang masih muda, justru sudah menjadi budak gawai dan terlarut dalam arus negatif media sosial.

Saya sering melihat, saking asyiknya melihat media sosial, kaum ibu tidak peduli pada perkembangan anaknya. Bahkan jika menangis atau meminta sesuatu, dianggap mengganggu. Fenomena yang paling merugikan adalah dengan mudahnya si ibu menyodorkan gawai ke anak-anak agar diam dan tidak merengek.

Sejak bayi, anak-anak telah dicekoki gawai. Efeknya adalah mereka mengalami speech delay atau keterlambatan bicara. Anak-anak tidak diajarkan untuk belajar bicara, sedangkan mereka dipaksa untuk menelan obyek visual. Ini adalah kombinasi dari ibu yang malas dan tidak berpikir panjang tentang efek gadget pada usia dini.

Padahal, idealnya anak-anak usia dua tahun sudah bisa berbicara dan makan sendiri. Pada usia 4 tahun mereka seyogyanya bisa mandi dan memakai pakaian sendiri. Tapi karena ibu menyodorkan gawai, maka mereka tidak mengerti dan terlambat melakukan hal yang wajar pada usianya.

Anak-anak juga mencntoh dari ibunya yang selalu memegang gawai, sehingga mereka juga tidak mau lepas dari benda tersebut. Bahkan ada yang marah dan mengamuk jika tidak diberi gawai. Untuk tahap ini, mereka sudah tergolong masuk penyakit mental.

Memang melalui gawai, kita bisa mengakses informasi. Tetapi tidak semua informasi itu baik, harus disaring terlebih dahulu. Anak-anak bisa terpapar informasi yang merusak dan menyesatkan. Misalnya, berita hoaks, pornografi, radikalisme dsb.

Hal yang mengagetkan adalah penelitian telah mengungkap bahwa anak-anak usia SD kelas 4, 5 dan 6 telah terpapar pornografi melalui internet di gawai. Karena itu semakin tinggi kasus pelecehan seksual, pemerkosaan terhadap anak-anak, homoseks dan sejenisnya.

Sebuah kasus memprihatinkan seperti, ketika ada arisan keluarga, dimana kaum ibu sibuk sendiri, tidak ada yang mengawasi anak-anak. Ternyata anak paling besar membawa saudara-saudara sepupunya yang lebih kecil ke dalam sebuah kamar. Anak berusia 5 tahun ditelanjangi dan (maaf) dijilati payudara dan kemaluannya.

Kasus lain, anak yang bergaul dengan anak-anak yang lebih besar, diajarkan untuk melihat pornografi. Dia mencoba menggunakan fitur pencarian google. Dan bertanya anak pada ibunya,"Google hebat, kalau mengetik perempuan telanjang, maka akan keluar gambar-gambar wanita telanjang". Miris bukan?

Karena itu wahai kaum ibu, jangan terlena oleh media sosial. Jaga dan perhatikan anak-anak agar terlindung dari kejahatan dunia maya. Jika memang sayang pada anak-anak, lindungilah mereka sebaik mungkin. Ingat, anak-anak adalah amanah dari Tuhan yang harus dijaga dengan baik.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar