Kamis, 10 Oktober 2019

Kesehatan Jiwa Sangat Dibutuhkan di Zaman Now


Pernahkah kalian memperhatikan bagaimana keadaan di sekeliling kita? Terutama apa yang terjadi di zaman now atau zaman milenial ini. Betapa banyak orang yang semakin menunjukkan ketidakstabilan jiwanya dengan perilaku yang aneh, di luar kebiasaan.

Kita sudah sering membaca berbagai kasus yang terjadi dalam masyarakat. Semakin banyak orang bunuh diri, saling mencaci maki dan mudah terbakar oleh kemarahan. Kriminalitas pun meningkat dalam aneka bentuk.

Maka di sinilah kita harus menyadari bahwa ada yang salah dengan kesehatan mental sebagian masyarakat. Jika ini dibiarkan, kita akan memiliki masyarakat yang sakit sehingga tidak ada kedamaian dalam hidup. Karena itu kita harus mengupayakan kesehatan jiwa dimulai dari diri sendiri, orang dan lingkungan terdekat.



Dalam rangka itu, Kemenkes RI mengingatkan pentingnya kesehatan jiwa. Apalagi pada tanggal 10 Oktober merupakan peringatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia. Bertempat di ruang Naranta, gedung Dr Sujudi, Kemenkes, sejumlah blogger menghadiri diskusi tentang kesehatan jiwa dengan narasumber dari Ikatan Psikologi Klinis dan Motherhope Indonesia.

Ibu Novi dari Motherhope Indonesia menceritakan pengalamannya ketika depresi paska melahirkan yang membuat dia ingin bunuh diri. Kelahiran anak pertama yang dibayangkan melalui proses normal ternyata dilakukan secara Caesar. Padahal ia telah mempersiapkan diri untuk melahirkan anak dengan melakukan berbagai kegiatan untuk mendukung kelahiran normal. Hal ini membuatnya depresi.

Ketika melahirkan anak kedua, Novi kembali mengalami depresi karena air susunya tidak keluar. Sementara ibu-ibu yang menjenguk selalu menanyakan air susunya dan sok menasehati ini itu. Saking depresi, Bu Novi ingin membuang anaknya. Bahkan ia sering berlaku kasar terhadap anaknya sendiri.

Suami Bu Novi tidak mengetahui hal ini. Memang banyak suami yang tidak sensitif terhadap perasaan istrinya. Ditambah lagi dengan keluarga yang juga kurang peduli. Bu Novi tidak mau memperlihatkan kegelisahannya karena takut dibully, apalagi dia adalah lulusan fakultas psikologi yang idealnya mampu mengatasi kondisi kejiwaannya sendiri.

Beruntung ia dikenalkan pada komunitas Motherhope Indonesia, dimana semua orang saling membantu dan menguatkan. Komunitas ini yang membangkitkan kesadarannya untuk menjadi pribadi yang lebih baik, terutama sebagai seorang ibu.

Pentingnya komunitas dalam membantu masalah kejiwaan juga diamini oleh dr Damayanti dari Ikatan Psikologi Klinis. Komunitas mampu memberikan dukungan semangat yang tidak didapatkan dari keluarga maupun orang terdekat.



Apa sih yang dimaksud dengan kesehatan jiwa? Ini adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya (UU no. 18 th 2014 tentang kesehatan jiwa).

Sayangnya tidak semua orang memiliki ketahanan untuk menghadapi berbagai macam peristiwa buruk yang terjadi pada dirinya. Jika seseorang dalam titik terlemah, dia bisa menjadi depresi dan putus asa. Semakin berat tekanan yang dirasakan, dapat mendorong dia untuk melakukan tindak bunuh diri.

Laporan WHO tahun 2010 menyebutkan angka bunuh diri di Indonesia mencapai 1,6 - 1,8% per 100 ribu penduduk (atau sekitar 5000 per tahun). Ini adalah angka yang cukup tinggi.

Secara global, sekitar satu dari enam orang mengalami masalah kesehatan jiwa dan NAPZA. Jumlah terbesar yaitu gangguan kecemasan, sekitar 4% dari populasi. (IHME, Global Burden of Disease, 2017). WHO menyatakan bahwa masalah kesehatan jiwa yang menjadi prioritas kesehatan masyarakat adalah bunuh diri, dimana data global menyebutkan hampir 800.000 orang meninggal karena bunuh diri setiap tahun.

Lalu apa yang bisa kita lakukan untuk meminimalisir kasus bunuh diri di Indonesia? Sebagai blogger dan penulis, banyak hal yang bisa kita lakukan untuk membantu masyarakat terhindar dari masalah kesehatan jiwa.



Kita mencoba mencegah tindakan bunuh diri dengan upaya promotif dan preventif. Upaya promotif melalui media KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) serta sosialisasi pada masyarakat. Sedangkan upaya preventif adalah deteksi dini masalah kesehatan jiwa dan NAPZA, dengan terlebih dahulu melatih tenaga kesehatan di fasyankes maupun guru bimbingan/konseling di sekolah.

Inilah upaya yang dapat dilakukan media massa:
1. Pentingnya menekankan informasi bahwa bunuh diri merupakan kerugian bagi masyarakat.
2. Hati-hati jika menayangkan 'celebrity suicide'
3. Hindari memberikan penjelasan rinci tentang bagaimana cara dan tempat bunuh diri, karena bisa menjadi inspirasi bagi orang lain.
4. Bunuh diri karena multifaktor, maka dari itu jangan menyalahkan korban.
5. Informasikan kepada masyarakat bagaimana cara menghindari tindakan bunuh diri.
6. Media massa berkoordinasi dengan petugas kesehatan sebelum menayangkan berita bunuh diri.

Sebaiknya kita melakukan Promosi Kesehatan Jiwa, dimulai dari diri sendiri, keluarga lalu masyarakat. Promosi dilakukan oleh kita semua, bukan hanya petugas kesehatan.


Di bawah ini beberapa hal untuk pencegahan bunuh diri:
1. Multisektoral dan berkesinambungan
2. Mengenali perilaku yang memberikan sinyal tindakan percobaan bunuh diri.
3. Identifikasi tanda-tanda stress, masalah kejiwaan dan cari pertolongan.
4. Dukungan keluarga mutlak diperlukan.
5. Peran masyarakat membangun mekanisme pertahanan sosial.



Nah, cobalah kita lebih awas mengamati sekeliling kita. Jika kita melihat ada yang menampakkan tanda-tanda depresi berat, kita harus berusaha menolongnya. Kita harus ambil bagian untuk mengupayakan Kesehatan Jiwa dalam masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar