Sabtu, 27 Februari 2016

Seberapa Bahayakah UU ITE untuk Blogger?


UU ITE No.11/2008 masih menjadi polemik di antara masyarakat. Terutama karena ada beberapa kasus yang melibatkan netizen. Mereka terpaksa masuk dalam hotel prodeo karena dianggap melanggar pasal-pasal dalam UU tersebut. Sebut saja kasus Florence di Yogyakarta, atau kasus Ibu rumah tangga yang dijerat oleh perusahaan yang memecat suaminya.
 Kasus-kasus di atas baru soal pernyataan yang hanya mengandung beberapa kalimat. Lantas bagaimana dengan blogger yang membuat artikel panjang dan lengkap. Apalagi jika artikel tersebut mengkritik seseorang atau pihak tertentu. Jika ada yang tidak menyukai artikel tersebut, apakah blogger bisa menjadi korban peraturan itu.
Pembahasan yang menarik terjadi dalam diskusi publik bersama LSM Satu Dunia, beberapa hari yang lalu di Comma ID, gedung One Walter Place, Jakarta. Hadir sebagai pembicara adalah Bayu Wardhana dari Alieansi Jurnalis Indonesia, Asep Komarudin dari LBH Pers dan Ezki Suyanto yang pernah menjadi korban.  Satu Dunia sebagai tuan rumah, diwakili oleh Anwari Natari. Para blogger yang tergabung dalam Blogger Crony menjadi peserta aktif, mengupas lebih dalam pasal-pasal dalam UU ITE yang dipermasalahkan.

Mendorong Revisi UU ITE

UU ITE No.11/2008 ini rentan untuk disalahgunakan oleh oknum-oknum yang tidak menyukai pemberitaan negatif tentang dirinya. Hal ini bisa menjadi sangat berbahaya jika orang-orang tersebut adalah pemegang kekuasaan dalam lembaga-lembaga resmi pemerintah maupun swasta. Mereka yang bisa memutarbalikkan hukum, akan dengan mudah menjadikannya senjata untuk menebas para haters. Termasuk para blogger yang kritis menangkap permasalahan dalam masyarakat.

Penyebabnya adalah terdapat pasal-pasal karet di dalam UU ITE No.11/2008.
Beberapa pasal yang menjadi momok adalah Pasal 27, 28 dan 29.
Pasal 27 : (1) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
                  (2) Setiap orang dengan sengaja dan  tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan perjuadian.
                  (3) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
                  (4) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.
Pasal 28 : (1) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang menyebabkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
                 (2) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditu7jukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).
Pasal 29 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.
Ancaman hukuman yang terkandung dalam tiga pasal di atas, cukup menakutkan. Pasal 27 dan 28, diancam enam tahun penjara. Sedangkan pasal 29 ancamannya 12 tahun penjara. Pidana di atas lima tahun, dapat langsung ditahan dalam penyelidikan. Bayangkan, para koruptor yang jelas-jelas merugikan rakyat saja, jarang mendapat hukuman seperti ini.

"Pihak kepolisian bisa langsung menangkap kita jika dianggap mencemarkan nama baik seseorang karena ancaman hukuman UU ITE ini di atas lima tahun," tandas Asep Komarudin.

Pasal-pasal tersebut menjadi ambigu karena menimbulkan multi tafsir, tergantung pada orang yang akan menggunakannya. Dan hal itu menjadi sesuatu yang berbahaya ketika ada oknum aparat yang juga bekerjasama dengan seseorang untuk  menjebloskan haters ke dalam penjara. Rekayasa pun bisa menjadi bagian dari pembenaran UU ITE ini.
Kita tidak menampik adanya dampak positif dengan pemberlakuan UU tersebut, ditambah lagi dengan pernyataan Kapolri mengenai Hate Speech atau ujaran kebencian. Para pengguna medsos yang seringkali sembarangan dalam menuliskan status menjadi lebih berhati-hati. Kalau biasanya banyak yang mengeluarkan caci maki  di medsos, sekarang sudah jauh berkurang. Netizen dipaksa untuk belajar sopan santun dan beretika dalam dunia maya.
Namun bahaya penyalahgunaan  UU ITE ini tetap mengintai para penulis seperti blogger. Walau pun blogger adalah citizen journalism, tetapi tidak mendapatkan perlindungan seperti wartawan. Menurut kriteria Dewan Pers, blogger bukan wartawan karena tidak selalu menghasilkan karya jurnalistik dan tidak bernaung di bawah perusahaan pers. Lalu payung hukum apa yang bisa melindungi blogger?

"Blogger  dilindungi oleh Pasal 28 UUD 1945," kata Bayu.
Pada Pasal 28E (3) berbunyi : Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.
Pasal 28F : Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari , memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. 
Dengan memperbandingkan antara Pasal 28 dan UU ITE No.11/2008, maka kita mengetahui bahwa terjadi tumpang tindih yang dapat menyebabkan para blogger.  Meski demikian, Bayu mengajukan beberapa alternatif solusi. Pertama adalah mengajak blogger yang sering membuat karya jurnalistik untuk bergabung dengan AJI. Kedua adalah mengimbau para blogger agar lebih bijak dalam menggunakan kata-kata agar tidak menyinggung pihak tertentu. Ketiga, mendorong diciptakannya kode etik untuk para blogger.
Bagaimana pun, blogger tidak bisa berdiam diri. Oleh sebab itu, Satu Dunia mengajak para blogger untuk mengawal revisi UU ITE yang  tengah digodok di gedung DPRD. Dengan pemahaman terhadap UU ITE ini, para blogger akan lebih waspada terhadap ancaman-ancaman yang bisa menjerat mereka ke dalam penjara tanpa disangka-sangka. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar