Senin, 26 Desember 2016

Blog To Book: Membuka Pintu Sukses Untuk Blogger


Siapa sih yang tidak ingin sukses menjadi penulis? Namun ukuran sukses bagi penulis, tidak hanya dengan menghasilkan ratusan artikel. Semua belum berarti bila belum berhasil menghasilkan sebuah buku, karena buku adalah wujud keabadian tulisan ketika. Begitu pula dengan para blogger yang sekarang tak terhitung lagi jumlahnya. Membuat buku adalah salah satu keinginan dan cita-cita para blogger, termasuk saya.

Nah, dalam program  Blogger Hangout dari komunitas Blogger Crony, membuka jalan untuk mewujudkan impian membuat buku. Acara yang dikemas santai tapi serius itu menghadirkan Ang Tek Khun. Lelaki bersahaja ini adalah blogger yang juga seorang editor di  perusahaan penerbit terkemuka yaitu Lokamedia. Ang Tek Khun datang dari Yogya agar bisa membagi ilmunya dalam acara Work Shop Blog to Book, yang diadakan di Cikini Gold Center, Jakarta Pusat.

Saya sudah cukup lama mengenal Ang Tek Khun, karena kami sama-sama menulis di Kompasiana. Sebelum work shop ini kami bertemu dalam Kompasianal 2016 yang lalu di gedung Smesco, Jakarta Selatan. Kebetulan kami menyumbangkan darah untuk PMI, sebagai salah satu wujud berbagi kepada sesama. Tentu saja saya gembira bertemu dengan Ang Tek Khun lagi. Bagi saya, menjadi editor penerbit Lokamedia membuktikan bahwa dia memang ahli dalam bidang tulis menulis.

Sebelum acara dimulai, kami makan siang dulu dengan subsidi voucher yang diberikan Mbak Wawa. Lokasi acara memang berada di food court, jadi kita tak perlu pusing mencari makanan dan minuman. Harganya pun cukup terjangkau bagi para blogger. Saya sih, lebih tertarik pada kedai kopi di sebelah kanan. Maklum pecinta kopi, he he.



Mulai acara memang ngaret, biasalah di Indonesia ini, penggunaan karet memang berlebihan. Kami di woro-woro untuk duduk dengan tertib dan teratur (jadi seperti  anak SD ya). Lantas, suara renyah mbak Gita Siwi membuka acara work shop itu. Mas Khun (panggilan Ang Tek Khun) segera mengisi panggung. Ia menjadi bintang tunggal pada sesi pertama siang itu.

Menurut Mas Khun, buku ibarat sebuah platform atau kartu nama atau rekam jejak seseorang, karena dalam sebuah buku ada nomor ISBN. Kita dapat melacak siapa pengarang dari sebuah buku dengan nomor ISBN tersebut, meski berasal dari belahan dunia yang lain.
"Itulah yang menjadikan buku sebagai kartu nama penulis," kata Mas Khun.

Membuat buku

Proses tulisan menjadi sebuah buku tidaklah mudah. Biasanya seorang penulis membutuhkan waktu berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Bahkan ada yang sampai seumur hidup karena tak kunjung diselesaikan. Namun intinya, semua tergantung penulis itu sendiri. Jika sudah berhasil menyelesaikan tulisan, penulis bisa mengirimkannya ke penerbit.

Ada tiga jenis penerbit yang bisa kita pilah:
1. Penerbit Mayor: Penerbit ini idaman para penulis karena tidak akan meminta uang sedikipun kepada penulis.
2. Penerbit Indie: Penerbit ini meminta uang kepada penulis untuk mencetak bukunya. Penerbitan ini biasanya tidak memiliki editor yang bertugas untuk memeriksa dan menilai tulisan.  Selain itu, tidak ada toko buku yang menerima dan menjual buku yang dicetak.
3. Separuh Mayor, separuh Indie: Penerbit meminta penulis untuk membeli sebagian buku yang sudah dicetak. Minimal penulis harus membeli 1000 eksemplar buku dan menjualnya sendiri. Di sini penulis dituntut untuk 'menjual dirinya' sendiri.

Setelah tulisan ada di tangan penerbit, ada tiga pihak yang memutuskan apakah buku itu layak diterbitkan menjadi sebuah buku, a.l:
1. Editor, yang menyeleksi tulisan layak atau tidak. terutama, apakah memenuhi ketentuan EYD.
2. Marketing, mempertimbangkan bagaimana buku itu akan dijual
3. Toko Buku, apakah buku yang dipajang itu akan laris dan meraih penjualan tinggi.

Ang Tek Khun menilai bahwa kesulitan blogger atau penulis baru membuat buku adalah karena tidak ada kesempatan bertemu dengan editor, yang dapat membantu memberi masukan atau kritikan  apakah tulisannya sudah layak dijadikan buku. Wah, beruntung kami difasilitasi bertemu editor dan penerbit sekaligus dalam acara ini.

Satu hal yang diungkap oleh Mas Khun, sesungguhnya para editor memperhatikan karya blogger karena mereka membutuhkan penulis yang bagus. Karena itu sebaiknya blogger menjaga kualitas tulisan, baik isi konten maupun penyajiannya.

Ang Tek Khun memberikan beberapa tips agar tulisan menjadi bagus:
1. Memiliki ciri khas tersendiri dari tulisan yang dibuat. Setiap orang mempunyai gaya yang berbeda.  Jadilah diri sendiri, jangan mengikuti gaya orang lain.
2. Gunakan teknik story telling, tulislah dengan cara bercerita, sesuai dengan pengalaman.  Masing-masing tentu memiliki pengalaman yang berbeda. Gunakan kata saya agar lebih hidup dan dekat dnegan pembaca.
3. Buat tulisan yang tidak peka waktu (timeless) dan ambil sudut yang berbeda.  Sudut pandang setiap penulis dalam melihat suatu persoalan tidaklah sama.  Perbedaan ini menjadi nilai tambah seorang blogger.

Saya mengakui masih lemah dalam hal story telling ini. Masalahnya, basic saya adalah seorang jurnalis, yang jarang membuat 'keakuan' dalam sebuah tulisan. Kebanyakan tulisan saya cenderung berupa reportase. Mudah-mudahan workshop ini mendorong saya untuk menulis lebih baik lagi.

Hal yang menarik adalah "show don't tell'. Ini susah-susah gampang. Sebagai contoh, dalam menggambarkan ketampanan seorang pria, kita harus mampu menggunakan panca indera. Bagaimana kita menceritakan ketampanan itu tanpa menyebut kata tampan (ternyata susah juga lho). Saya mencoba menjawab, tapi tidak tepat. yang betul adalah seperti "waktu kutatap matanya, membuat jantungku bergetar.. Butuh latihan yang intensif untuk membuat kalimat-kalimat seperti itu.

Penerbit Lokamedia

Selesai uaraian panjang lebar oleh An Tek Khun, kami diperkenalkan kepada penerbit Lokamedia. Sebenarnya ada beberapa penerbitan yang tergabung di sana. Misalnya Penerbit yang khusus memroduksi buku-buku agama adalah Wahyu Media. Kemudiam penerbitan buku anak-anak dan sekolah, lalu ada yang menangani buku-buku fiksi. semuanya membuka kesempatan bagi para blogger untuk membukukan hasil karyanya.

Beberapa teman sudah menyiapkan soft copy dari tulisan-tulisan mereka untuk diajukan ke penerbit. Misalnya, si manis Dewi Puspa yang senang menulis fiksi. Begitu pula mbak Yayat, Kompasianer of the year yang identik dengan pembalan Rossi. Bagaimana dengan saya? ada satu naskah yang saya sodorkan, mudah-mudahan dapat diterima penerbit Wahyu Media. semoga impian saya dan teman-teman menjadi kenyataan. Aamiin YRA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar