Sebuah gang di kampung Labirin (dok.pri) |
Seperti apa sih kampung Labirin? Itulah yang ada dalam benak saya ketika mendengar ada kampung bernama itu. Pertanyaan itu segera terjawab ketika saya bersama teman-teman komunitas mendapatkan kesempatan menyusuri gang-gang yang menyerupai labirin pada tahun lalu.
Kampung Labirin dahulu bernama Kebon Jukut, yang terletak di Babakan Pasar, Bogor Tengah ini menjadi kampung tematik yang diresmikan pada tahun 2018. Sekarang disebut juga sebagai Kampung Berseri Astra Babakan Pasar.
Ini berkat inisiatif salah satu warga yang ingin mengubah Kampung Kebon Jukut menjadi kampung yang bersih, asri dan berseri, serta dapat dukungan dari Yayasan Astra Honda Motor yang termasuk program CSR Kampung Berseri Astra (KBA). Kemudian mendapatkan dana pembinaan warga melakukan pembenahan rumah.
Ini adalah kampung yang terselip di tengah kepadatan kota. Jujur kalau saya sendiri ke sini, saya bisa tersasar karena buta jalan di sekitar lokasi. Penjenamaan labirin memang cocok karena gang yang berliku-liku dapat menyesatkan seorang pengunjung.
Kampung labirin dari jembatan (dok.pri) |
Saya masuk dari jembatan yang melintasi tepi sungai Ciliwung. Sebelumnya kami melewati Pulo Geulis yang berada persis di tengah sungai Ciliwung. Setelah menyeberang, maka kita akan tiba di kampung Labirin. Kalau tidak mau tersesat, bisa saja menghubungi pemandu wisata yang sudah cukup profesional seperti Ade Irma dan Eka.
"Selamat datang di Kampung Labirin," sambut Ade Irma. ""Sebelumnya saya mohon maaf, karena nanti atraksi yang menyambut mungkin tidak lengkap, karena ada Sebagian yang sekolah dan bekerja."
Dengan penuh keramahan, mereka akan menyapa dan memberikan keterangan. Pengurus kampung, yang juga ketua RW 10, juga sangat antusias jika ada wisatawan yang mau datang berkunjung. Saya terpukau dengan cara bicara Ade Irma yang begitu cepat, dengan wajah yang ceria.
Pentas seni
Saya tidak pernah membayangkan bahwa di kampung yang begitu padat ini bisa menyelenggarakan kegiatan seni. Kamu pun dibawa ke sebuah sanggar, tepatnya rumah yang difungsikan sebagai pusat berbagai macam kegiatan. Rumah milik Encep Musa ini tidak besar, teras yang hanya sekitar 2X3 meter ini tempat anak-anak berlatih dan melakukan pertunjukan seni. Di salah satu dinding, terpampang peta kampung Labirin.
Anak-anak berlatih menari (dok.pri) |
Ternyata ada musik angklung dan tari-tarian. Mereka memiliki peralatan angklung yang cukup lengkap. Sungguh takjub saya melihat bocah-bocah SD pandai memainkan angklung dengan harmonis. Saya salut dengan Kang Edi yang berhasil melatih mereka dengan baik.
Selain itu mereka juga menyajikan tarian tradisional Sunda seperti Jaipong. Di mana kita bisa menonton? Halaman sempit, tapi ada semacam gardu yang bisa digunakan duduk-duduk para penonton.
Di sekitar tempat kegiatan ini, ada lapak-lapak pedagang kecil, pedagang rumahan. Rata-rata menjual makanan kesukaan anak-anak seperti cilok, sosis dan bakso bakar, gorengan, keripik dan sebagainya. Kalau kita membeli, berarti membantu perekonomian keluarga di kampung ini.
Puas menyaksikan pertunjukan seni, Ade Irma dan rekan mengajak kami menyusuri gang-gang kecil yang tidak akan bisa saya hafal dalam sehari. Oh rupanya inilah labirin itu, membuat saya pusing karena tempatnya berputar-putar. Untung saja ada pemandunya sehingga saya tinggal mengekor di belakang.
Emping jengkol
Akhirnya kami tiba di sebuah gang yang dijadikan pusat produksi emping jengkol. Jadi, di sini home industri emping jengkol. Beberapa Perempuan sedang bekerja di depan rumah, memipihkan jengkol hingga tipis. Bau jengkol sangat menyengat, saya yang tidak pernah makan jengkol menjadi tambah pusing. Akhirnya saya menyelamatkan diri dengan menepi ke ujung gang.
Membuat emping jengkol (dok.pri) |
Teman-teman masih mengerumuni dan menyaksikan proses pembuatan emping jengkol. Bahkan beberapa orang dengan senang hati mencicipi emping jengkol yang telah digoreng. Otomatis, mulut mereka bau jengkol deh. Saya harus jauh-jauh dari mereka. Ada juga yang membeli emping tersebut untuk oleh-oleh pulang ke rumah.
Harga emping jengkol ini murah kok. Hanya lima ribu rupiah perbungkus (plastik). Sangat terjangkau bukan? Tapi harga murah tidak menjamin bakal laris manis, kadang penjualan juga sepi.
Emping jengkol (dok.eka) |
Untunglah beberapa bulan lalu ada sekelompok mahasiswa yang kemudian melakukan pelatihan digital kepada penduduk setempat. Mereka diajarkan untuk memasarkan secara online produksi emping jengkol ini.
Produksi emping jengkol tidak bisa setiap hari. Kenapa ? Rupanya tergantung pada musimnya. Musim jengkol tiap 6 bulan sekali, kadang cepat 4 bulan sekali dan terlama sampai 8 bulan sekali. Apabila musimnya lebih lama, maka pembuat emping mesti membeli dan menyetok jengkol lebih banyak dan harga beli murah. Kalau bukan musim, terpaksa hanya sedikit produksi dan harga beli mahal. Astra Honda Motor juga turut membantu memberikan perlengkapan produksi dan modal.
Satu bungkus emping jengkol dihargai 30 ribu rupiah per 100 gram. Per harinya dari produksi 8 kg jengkol itu kurang lebih menghasilkan 2,5 kg emping jengkol siap goreng. Itu pun kalau jengkol dalam keadaan bagus, jika tidak bagus tentu tidak bisa dijual. Jenis jengkol yang bagus itu jengkol yang sudah tua.
Arung Jeram
Di ujung gang, ada gang lain yang menurun ke bawah. Saya tidak menyangka bahwa gang tersebut menuju sungai Ciliwung. Ya, saya tahu kampung Labirin ini di sisi sungai Ciliwung, tapi setelah berputar-putar tadi, ternyata tembus lagi ke sungai Ciliwung.
Ada apa di bawah? Lazimnya yang berada di bawah digunakan untuk mencuci dan aktivitas rumah tangga lainnya. Eh, ternyata ada perahu di sana. Perahu itu digunakan untuk wisatawan yang ingin bermain air. Malah kalau berani, dijadikan arung jeram juga.
Arung jeram (dok.pri) |
Sungguh menantang jika aliran sungai Ciliwung sedang deras. Jadi, tidak perlu jauh-jauh ke hulu sungai di Sukabumi untuk mencoba arung jeram. Di sini, kampung Labirin yang ada di tengah kota, tersedia arung jeram.
Bagi yang tidak suka arung jeram, cukup berfoto saja di atas perahu. Tepian sungai Ciliwung di kampung Labirin ini banyak terdapat batu-batu besar yang bisa dijadikan pijakan.
Oh ya, meskipun kampung Labirin tidak begitu luas tetapi sangat padat penduduknya. Setidaknya ada lebih dari 200 KK terdaftar di sini. Mereka terdiri dari berbagai macam suku bangsa dan etnis. Ada yang keturunan Arab, Tionghoa, hingga Sunda asli. Uniknya, banyak juga yang mendapatkan jodoh di dalam satu kampung ini. Jadi boleh dikatakan, penduduk kampung Labirin adalah keluarga besar karena saling berhubungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar